Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baaz
Inilah
nasehatku kepada ikhwan dan akhwat fillah pada khususnya, dan kepada seluruh
manusia pada umumnya. Inilah nasehatku buat kalian dan juga buat diriku
sendiri. Yaitu ; hendaklah kita senantiasa memperhatikan Al-Qur'an, merenungi
makna-maknanya. mengahafalnya di luar kepala, tamak untuk terus menerus
membacanya, sesekali membaca dengan cara melihat pada mushaf, kali lain membaca
dengan hafalan tanpa melihat mushaf. Manakala pembaca Al-Qur'an tergolong yang
sudah hafal maka ditindaklanjuti dengan merenungi, memikirkan, dan mencari
faedah dari apa yang dibaca. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah :
"Artinya
: Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran". [Shad : 29].
Adapun
pelaksanaannya yaitu dengan pengamalan, pemahaman dan pendalaman. Allah
subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan Al-Qur'an untuk diamalkan, dikaji dan
didalami. Allah berfirman :
"Artinya
: Dan Al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka
ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat". [Al-An'am : 155]
Al-Qur'an
ini diturunkan untuk diamalkan dan diikuti. Tidak semata-mata hanya untuk
dibaca dan dihafal. Karena menghafal dan membaca itu sekedar perantara saja.
Adapun yang dimaksudkan adalah memahami kitab dan sunnah disertai dengan
keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dan melaksanakan perintah-perintah Allah
dan meninggalkan larangan-larangannya. Hal itu terkumpul dalam perintah Allah
Ta'ala di dalam surat At-Taubah : 71.
"Artinya
: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [At-Taubah : 71]
Ayat ini
merupakan kumpulan dari ayat-ayat yang secara menyeluruh menjelaskan
sifat-sifat mukmin dan mukminat dan akhlaknya yang agung serta apa-apa yang
diwajibkan atas mereka. Maka firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya
: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain". [At-Tubah : 71].
Ayat ini
menunjukkan bahwa sesungguhnya mukminin dan mukminat, mereka itu adalah saling
menjadi wali satu sama lain, mereka saling memberi nasehat dan saling mencintai
karena Allah dan saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran dan saling
tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa. Demikian sifat mukminin dan
mukminat.
Seorang
mukminin menjadi wali atas saudaranya fillah, yang laki-laki dan perempuan.
Seorang mukminat menjadi wali bagi saudaranya fillah, baik yang laki-laki dan
perempuan. Masing-masing diantara mereka merasa senang terhadap kebaikan (yang
diperoleh) saudaranya. Mereka mendoakan kebaikannya, turut bahagia atas
keistiqamahan saudaranya dan mencegah keburukan yang akan menimpanya, tidak
melakukan ghibah padanya, tidak berbicara yang dapat menjatuhkan kehormatannya,
tidak mengadu domba tidak memberikan persaksian palsu atasnya dan tidak
memakinya, serta tidak memanggilnya dengan panggilan bathil. Demikianlah akhlak
mukminin dan mukminat.
Manakala kau
dapatkan dirimu menyakiti saudaramu fillah baik laki-laki atau perempaun
misalkan dengan mengghibah, mencela, mengadu domba atau mendustainya dan lain
semisalnya, ketahuilah bahwa keimananmu kurang atau engkau adalah orang yang
lemah iman. Seandainya keimananmu itu benar-benar lurus lagi sempurna, niscaya
kamu tidak akan mendhalimi saudaramu atau melakukan ghibah dan adu domba, atau
memanggilnya dengan panggilan-panggilan bathil, atau memberikan persaksian
palsu atau sumpah palsu atau mencacinya dan semisalnya. Maka keimanan kepada
Allah, dan rasul-Nya, taqwa kepada Allah, kebaikan dan hidayah, kesemuanya itu
mencegah seseorang melakukan tindakan yang menyakitkan saudaranya fillah baik
laki-laki atau wanita. Mereka dilarang melakukan ghibah, cacian, kedustaan,
memanggil dengan sebutan yang bathil, mempersaksikan dengan kedustaan dan
berbagi macam tindak kezhaliman. Keimanan seseorang yang benar, merintangi dan
menghalangi untuk berbuat berbagi tindakan yang menyakitkan saudaranya.
Allah
berfirman :
"Artinya
: .... mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang
mungkar,....." [At-Taubah : 71]
Inilah
kewajiban yang besar yang didalamnya ada kebaikan bagi umat, kemenangan bagi
agama dan terhindarnya sebab-sebab kebinasaan, kemaksiatan dan kejahatan.
Sudah
selayaknya bagi mukminin dan mukminat untuk amar ma'ruf nahi mungkar. Seorang
mukmin tidak akan berdiam diri melihat kemungkaran yang terjadi pada saudaranya,
pastilah ia berusaha untuk mencegahnya. Apabila melihat pada diri saudara, bibi
atau saudari perempuan yang lain melakukan kemaksiatan pastilah mereka akan
mencegahnya. Apabila melihat pada diri saudaranya fillah meremehkan kewajiban
pastikah akan mengingkarinya dan memerintahkannya kepada kebaikan. Itu semua
dilakukan dengan bijak dan cara yang baik. Seorang mukmin apabila melihat
saudaranya bermalas-malas dalam menunaikan shalat, melakukan ghibah, adu domba,
minum khamr, merokok, mabuk-mabukan, durhaka kepada orang tua, memutuskan tali
persaudaraan, pastilah ia akan mengingkarinya dengan ucapan yang baik dan cara
yang tepat, ia tidak menuduhnya dengan sebutan yang dibenci atau dengan cara
yang kasar. Allah telah memberikan penjelasan bahwa hal tersebut adalah
dilarang.
Demikian
pula jika ia melihat kemungkaran pada diri saudara perempuannya fillah, ia
harus mengingkarinya. Seperti tatkala dia tidak patuh kepada orang tuanya,
berlaku buruk pada suaminya, meremehkan pendidikan anak-anaknya atau meremehkan
shalatnya, maka seorang mukmin harus mengingkarinya, baik (ia itu) suaminya,
ayahnya, saudaranya, kemenakannya atau bahkan tidak ada hubungan kekerabatan
dengannya. Sebaliknya jika seorang mukminah melihat pada diri suaminya sikap
meremehkan (kewajiban), ia pun harus melarangnya. Seperti, jika ia melihat
suaminya minum khamr, merokok,meremehkan shalat atau suaminya shalat fardhu di
rumah (tidak di masjid), maka ia harus mengingkarinya dengan cara yang baik dan
ucapan yang baik pula. Seperti dengan mengatakan (kepada suaminya), "Wahai
Hamba Allah, bertaqwalah kepada Allah ! Sesungguhnya perbuatan itu tidak boleh
kamu lakukan. Peliharalah shalat jama'ah. Tinggalkanlah apa yang telah
diharamkan Allah kepadamu dari minuman yang memabukkan, merokok, mencukur jenggot,
memanjangkan kumis atau isbal".
Kemungkaran-kemungkaran
ini wajib diingkari oleh setiap orang beriman. Maka hal ini wajib atas suami
dan istri, saudara, kerabat, tetangga, teman duduk dan yang lain untuk
menegakkan kewajiban ini. Sebagaimana firman Allah :
"Artinya
: ... mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar
....". [At-Taubah : 71]
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya
: Sesungguhnya, apabila manusia telah melihat kemungkaran, lalu ia tidak mau merubahnya,
dikhawatirkan Allah akan meratakan adzab-Nya".
"Artinya
: Barangsiapa di antara kamu sekalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah
ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak
mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman".
Perintah ini
berlaku umum untuk seluruh bentuk kemungkaran, baik yang terjadi di
jalan-jalan, di rumah, di masjid, di kapal terbang, di kereta api, di mobil
atau di tempat mana saja. Perintah amar ma'ruf nahi mungkar itu berlaku secara
umum baik kepada laki-laki atau perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan
harus berbicara tentang amar ma'ruf dan nahi mungkar. Karena amar ma'ruf nahi
mungkar membawa kebaikan dan keselamatan untuk semua pihak. Tak seorangpun
boleh berdiam diri dari amar ma'ruf nahi mungkar semata-mata karena takut
kepada setiap muslim atau takut kepada suami, saudara laki-laki atau fulan dan
fulan. Setiap muslim harus tetap beramar ma'ruf nahi mungkar dengan cara yang
baik dan ucapan yang mengena, tidak dengan cara yang kasar dan keras. Disamping
juga memperhatikan waktu yang tepat. Ada kalanya, seseorang tidak bisa menerima
pengarahan pada waktu tertentu, tetapi ia bisa menerima pengarahan pada waktu
yang lain, bahkan dengan lapang dada.
[Disalin dari buku Akhlaqul Mukminin wal Mukminat,
dengan edisi Indonesia Akhlak Salaf, Mukminin & Mukminat, oleh Syaikh Abdul
Aziz bin Abdullah bin Baaz, hal 35-42, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah
Ihsan]
Semoga artikel ini
bermanfaat bagi kita semua, anda pun bisa mendownloadnya dalam bentuk PDF .
Download PDFIkuti Panduan Download jika anda kesulitan untuk mendownloadnya
Jika linknya sudah mati atau tidak bisa mendownload silahkan hubungi Pengelola
0 komentar:
Posting Komentar