Karya : Ir.
Drs. Abu Ammar, Mm
Islam adalah
agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak
ada suatu masalahpun dalam kehidupan ini yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada
satupun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak
kecil dan sepele (ringan). Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi
sekalian alam.
Dalam
masalah pernikahan, Islam telah berbicara banyak. Mulai dari bagaimana mencari
kriteria bakal calon pendamping hidup hingga bagaimana memperlakukannya kala
resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitupula Islam
mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun
tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah
shallallhu 'alaihi wa sallam. Begitupula dengan pernikahan yang sederhana namun
tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.
Menikah
merupakan jalan yang paling bermanfa'at dan paling afdhal dalam upaya
merealisasikan dan menjaga kehormatan. Dengan menikah seseorang bisa terjaga
dirinya dari apa yang diharamkan Allah SWT. Oleh sebab itulah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah
jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.
Nikah merupakan
jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia. Nikah
mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar'i tersebut
sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan. Melalui perannya bumi ini
menjadi semakin semarak.
Melalui
risalah (tulisan) singkat ini, anda saya ajak untuk bisa mempelajari dan
menyelami tata cara pernikahan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Anda
akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan
upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan. Mestikah
kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran sebuah
pernikahan ..? Na'udzu billahi tsumma na'udzu billahi min dzalik. Wallahu
musta'an.
Muqaddimah
Persoalan
pernikahan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk
dibicarakan serta dibahas. Persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan
hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang
luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan
benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai akhlaq.
Lembaga ini
merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam yang kelak mempunyai peranan
kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di muka bumi ini. Menurut
Islam, Bani Adamlah yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Illahi
sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta'ala: Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata : "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah: 30).
Pernikahan
merupakan persoalan penting dan besar. 'Aqad nikah (pernikahan) adalah sebagai
suatu perjanjian yang kokoh dan suci (MIITSAAQON GHALIIZHOO), sebagaimana
firman Allah Ta'ala: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka
(istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat".
(An-Nisaa' : 21). Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya,
khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sunguh-sungguh dengan
penuh tanggung jawab.
Agama Islam
telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan.
Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan
'khitbah' (peminangan), mendidik anak, memberikan jalan keluar jika terjadi
kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (memberikan nafkah) dan
harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail.
Selanjutnya
untuk memahami konsep Islam tentang pernikahan, maka rujukan yang paling sah
dan benar adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman
Salafus Shalih). Melalui rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang
aspek-aspek pernikahan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai
pernikahan yang terjadi di masyarakat. Tentu saja semua persoalan tersebut
tidak dapat saya (penulis) tuangkan dalam tulisan ini. Hanya beberapa persoalan
yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam
Islam, Tata Cara Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.
Pernikahan
adalah Fitrah Kemanusiaan
Agama Islam
adalah agama fithrah dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah
ini. Karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke
agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Dengan
demikian manusia dapat berjalan di atas fitrahnya tersebut.
Pernikahan
adalah fitrah kemanusiaan ('gharizah insaniyah'/naluri kemanusiaan). Karena itu
Islam menganjurkan untuk menikah. Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan
yang sah yaitu pernikahan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak
menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta'ala: Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
(Ar-Ruum :30).
Islam telah
menjadikan ikatan pernikahan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
sebagi satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat
asasi serta sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam
terhadap ikatan pernikahan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan
sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata:
"Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: Barangsiapa
menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". (Hadist
Riwayat Thabrani dan Hakim).
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras
kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah
dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras". Dan beliau
bersabda: "Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang.
Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di
hari kiamat". (Hadits Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu
ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau. Setelah mendapat penjelasan,
masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata:
"Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus". Yang lain
berkata: "Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin
selamanya"....
Ketika hal
itu didengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar seraya
bersabda: "Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu ?. Demi Allah,
sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi
aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga
mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia
tidak termasuk golonganku". (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang
mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan
kesesatan dengan memilih hidup membujang. Menurut Syaikh Hussain Muhammad
Yusuf: "Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang.
Hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari
berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan
mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab".
Orang yang
membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang
bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan
rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu berada dalam pergolakan melawan
fitrahnya. Kendati ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang
terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan
jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang
yang enggan menikah baik laki-laki atau wanita, maka mereka itu sebenarnya
tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang
yang paling tidak menikmati kebahagian hidup, baik kesenangan bersifat sensual
maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam
menolak sistem ke-'rahib-an' karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah
kemanusiaan. Sikap itu melawan sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah
ditetapkan bagi semua mahluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut
miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh
Allah sejak manusia berada di alam rahim. Manusia tidak bisa menteorikan rezeki
yang diakaruniakan Allah, misalnya ia berkata : "Bila saya hidup sendiri
gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!".
Perkataan
ini adalah perkataan yang batil dan bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan
hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan
untuk nikah. Seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi
rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah.
Firman-Nya: "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui". (An-Nur : 32).
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya:
"Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang
mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan
seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". (Hadits
Riwayat Ahmad, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim dari shahabat Abu
Hurairah radliyallahu 'anhu).
Para salafus
shalih sangat menganjurkan untuk nikah. Mereka anti membujang dan tidak suka
berlama-lama hidup sendiri. Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata :
"Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah
daripada aku harus menemui Allah SWT sebagai seorang bujangan". (Ihya Ulumuddin
hal. 20).
Tujuan
Pernikahan dalam Islam
Untuk
memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi. Pernikahan adalah fitrah manusia,
maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah
(melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan
seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran, kumpul kebo, melacur,
berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan
diharamkan oleh Islam.
Untuk
membentengi ahlak yang luhur. Sasaran utama dari disyari'atkannya pernikahan
dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari
perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat
manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan
untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih Menundukan pandangan, dan
lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya".
(Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud
dan Baihaqi).
Untuk
menegakkan rumah tangga yang islami. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam
membenarkan adanya Thalaq (perceraian). Jika suami istri sudah tidak sanggup
lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah: "Thalaq (yang
dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zhalim".
(Al-Baqarah : 229).
Yakni
keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam lanjutan ayat di atas: "Kemudian jika si
suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal
lagi baginya hingga dinikahkan dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang
pertama dan istri) untuk nikah kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau)
mengetahui". (Al-Baqarah: 230).
Jadi tujuan
yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Islam
dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at
Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin
membina rumah tangga yang Islami, ajaran Islam telah memberikan beberapa
kriteria tentang calon pasangan yang ideal yaitu: (a) sesuai kafa'ah; dan (b)
shalih dan shalihah.
Kafa'ah
menurut konsep islam
Pengaruh
materialisme telah banyak menimpa orangtua. Tidak sedikit pada zaman sekarang
ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh
putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial
dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian.
Masalah Kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut
Islam, kafa'ah (atau kesamaan/kesepadanan/ sederajat dalam pernikahan)
dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri
itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami Insya
Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas
iman dan taqwa serta akhlaq seseorang. Allah memandang sama derajat seseorang
baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari
keduanya kecuali derajat taqwanya. Firman Allah: "Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-Hujurat : 13).
Dan mereka
tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama
lainnya. Wajib bagi para orangtua, pemuda, pemudi untuk meninggalkan faham
materialis dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Wanita dikawini karena empat
hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya.
Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya). Kalau tidak
demikian, niscaya kamu akan celaka". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari,
Muslim).
Memilih
yang shalih dan shalihah
Lelaki yang
hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih
laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur'an: "Wanita yang shalihah ialah yang
ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, olkeh karena
Allah telah memelihara (mereka)". (An-Nisaa : 34). Menurut Al-Qur'an dan
Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
"Ta'at kepada Allah, ta'at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang
menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti
wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32). Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang
bukan mahram, ta'at kepada orangtua dalam kebaikan, ta'at kepada suami dan baik
kepada tetangganya dan lain sebagainya".
Bila
kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk
memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi
penerus umat.
Untuk
meningkatkan ibadah kepada Allah.
Menurut
konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu
lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal
shalih yang lain. Sampai-sampai bersetubuh (berhubungan suami-istri) pun termasuk
ibadah (sedekah). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika
kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!." Mendengar
sabda Rasulullah itu para shahabat keheranan dan bertanya: "Wahai
Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan
mendapat pahala ?" Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab:
"Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan
selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? "Jawab para shahabat :
"Ya, benar". Beliau bersabda lagi : "Begitu pula kalau mereka
bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh
pahala!". (Hadits Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa'i dengan sanad
yang Shahih).
Untuk
mencari keturunan yang shalih dan shalihah.
Tujuan
pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam.
Allah berfirman: "Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan
suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?". (An-Nahl : 72).
Yang tak
kalah pentingnya, dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi
berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas yaitu mencetak anak
yang shalih dan Shalihah serta bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang shalih
tidak akan diperoleh melainkan dengan tarbiyah Islam (pendidikan Islam) yang
benar. Disebutkan demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan Islam",
tetapi isi dan metodanya tidak Islami. Sehingga banyak terlihat anak-anak kaum
muslimin tidak memiliki ahlaq Islami sebagai akibat pendidikan yang salah. Oleh
karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan
anak-anaknya ke jalan yang benar.
Islam
memandang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar
terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
Tatacara
Pernikahan Dalam Islam
Islam telah
memberikan konsep yang jelas tentang tatacara pernikahan berlandaskan Al-Qur'an
dan Sunnah yang shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih). Secara
singkat saya (penulis) sebutkan tahapannya dan jelaskan seperlunya:
Khitbah
(meminang). Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia
meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang
lain. Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh
orang lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang
akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Darimi).
Aqad nikah.
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi yaitu:
Adanya suka
sama suka dari kedua calon mempelai.
Adanya Ijab
Qabul.
Adanya
Mahar.
Adanya Wali.
Adanya
Saksi-saksi.
Dan menurut
sunnah sebelum aqad nikah diadakan 'khutbah' terlebih dahulu yang dinamakan
'Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat'.
Walimah
'urusy (resepsi pernikahan). Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan
sesederhana mungkin. Hendaknya diundang juga orang-orang miskin. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Makanan paling buruk adalah
makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan,
sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri
undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hadits
Shahih Riwayat Muslim dan Baihaqi dari Abu Hurairah).
Sebagai
catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya
maupun miskin. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Janganlah kamu
bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu
melainkan orang-orang yang taqwa". (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud,
Tirmidzi, Hakim dan Ahmad dari Abu Sa'id Al-Khudri).
Sebagian
Penyelewengan Seputar Pernikahan
Pacaran.
Kebanyakan
orang sebelum melangsungkan pernikahan biasanya "berpacaran" terlebih
dahulu. Hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa
penjajakan atau di anggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan
jenisnya. Adanya anggapan seperti ini melahirkan konsensus (persepsi) bersama
antar berbagai pihak untuk menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang
lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah
dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari
berintim-intim dua insan yang berlainan jenis. Terjadi saling pandang, saling
sentuh antara lawan jenis yang sudah jelas haram hukumnya menurut syari'at
Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: " Jangan
sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan
si perempuan itu bersama mahramnya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari
dan Muslim). Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan
berpacaran itu hukumnya haram.
Tukar
cincin.
Dalam
peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari
ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, nashiruddin Al-Bani)
Menuntut
mahar yang tinggi.
Menurut
Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau
mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah
dan melarang menuntut mahar yang tinggi.
Mengikuti
upacara adat.
Ajaran dan
peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara (upacara dan
adat istiadat yang bertentangan dengan Islam) maka wajib untuk dihilangkan.
Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat
istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan (sesuai pengamatan dan
perbincangan penulis). Sungguh sangat ironis...!. Kepada mereka yang masih
menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka
belum yakin kepada Islam.
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Apakah hukum jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin?". (Al-Maaidah : 50). Orang-orang yang mencari
konsep, peraturan, dan tatacara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima
oleh Allah dan kelak di akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi,
sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa yang mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (Ali-Imran : 85).
Mengucapkan
ucapan selamat ala jahiliyah.
Kaum
jahiliyah selalu menggunakan kata-kata 'Birafa' Wal Banin', ketika mengucapkan
selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa' Wal Banin (semoga mempelai murah
rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam. Dari Al-Hasan, bahwa 'Aqil bin Abi
Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat
dengan ucapan jahiliyah : 'Birafa' Wal Banin'. 'Aqil bin Abi Thalib melarang
mereka seraya berkata : "Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena
Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam melarang ucapan demikian". Para
tamu bertanya :"Lalu apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?".
'Aqil menjelaskan : "Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka
'Alaiykum" (mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan
atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam". (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah,
Darimi, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).
Do'a yang
biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai
ialah : "Baarakallahu laka wa baarakaa 'alaiyka wa jama'a baiynakumaa fii
khoir" Do'a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah: 'Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan
do'a : Baarakallahu laka wabaraka 'alaiyka wa jama'a baiynakuma fii khoir
(mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia
mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan). (Hadits Shahih Riwayat Ahmad,
Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Adanya
ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan wanita).
Ikhtilath
adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang,
sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam
antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita
sebutkan di atas dapat dihindari semuanya. (untuk yang satu ini masyarakat kita
belum terbiasa dengan sunnah Rasulullah SAW, bahkan sangat asing dengan
nilai-nilai yang dibawa oleh ajaran Islam)
Pelanggaran
lain.
Pelanggaran-pelanggaran
lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar,
memakan hidangan yang disediakan sambil berdiri, dsb.
Khatimah
Rumah Tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi
'sakinah' (ketentraman jiwa), 'mawaddah' (rasa cinta) dan 'rahmah' (kasih
sayang). Allah berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup
tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan di antaramu (suami, istri)
rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". (Ar-Ruum : 21).
Dalam rumah
tangga yang Islami, suami-istri harus saling memahami kekurangan dan
kelebihannya serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas
dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab. Dengan demikian upaya untuk mewujudkan pernikahan dan rumah tangga yang
mendapat keridha'an Allah SWT dapat terealisir.
Tetapi
mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan,
sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak
jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak
dilanda "kemelut" perselisihan dan percekcokan. Bila sudah diupayakan
untuk damai (sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nisaa : 34-35) namun tetap
gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu "perceraian".
Marilah kita
berupaya untuk merealisasikan pernikahan secara Islam dan membina rumah tangga
yang Islami. Disamping itu wajib bagi kita meninggalkan aturan, tatacara,
upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. Hanya Islam
satu-satunya ajaran yang benar dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala
(Ali-Imran : 19). "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri
dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi
orang-orang yang bertaqwa". (Al-Furqan ; 25:74 ). Amiin.
(penulis
adalah fungsionaris DPC PK Pesanggrahan, Jakarta Selatan)
Semoga artikel ini
bermanfaat bagi kita semua, anda pun bisa mendownloadnya dalam bentuk PDF .
Download PDFIkuti Panduan Download jika anda kesulitan untuk mendownloadnya
Jika linknya sudah mati atau tidak bisa mendownload silahkan hubungi Pengelola
0 komentar:
Posting Komentar