Senin, 15 September 2014

Amalan Yang Mempermudah Mendapatkan Jodoh

Bagi anda yang masih menjemput atau sedang mencari pasangan hidup maka amalan-amalan di bawah ini dapat mempermudah anda dalam penjemputan atau pencarian pasangan hidup anda semoga bermanfaat :
 

Biasakan Dzikrullah Sepanjang Hari.
Berkata Abu Hamzah Al Baghdadi: “Sesuatu yang mustahil bila engkau mencintai Allah kemudian tidak mengingat- Nya, mustahil kau mengingat Allah namun tidak merasakan kenikmatanberzikir, mustahil pula engkau merasakan kenikmatan berzikir kemudian disibukkan dengan selain-Nya.”

Firman Allah:

“Ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (QS. An- Nisaa: 103)

Perbanyak Istighfar Siang Dan Malam.


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin bergembira melihat catatan amalnya, maka perbanyaklah istighfar. (Hadits Shahih)

Dalam sabda yang lain:

“Barangsiapa yang memohonkan ampun kepada kaum muslimin dan muslimat maka Allah akan menuliskan setiap mukmin dan mukminat satu kebaikan.”

Allah berfirman:

“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.”

(QS. Nuh: 10 )

Baca Al Qur’an dengan Kehadiran Hati


Abdullah Bin Mas’ud berkata:

“Janganlah membaca Al Qur’an seperti membaca syair atau puisi, namun renungkanlah setiap keajaibannya dan gerakkanlah hatimu. Jangan jadikan tujuanmu membaca hanya akhir surat”.

Allah berfirman:

“Bacalah Al Qur’an dengan tartil ( perlahanlahan) ( QS. Al Muzamil: 4 )

Hadir di Masjid Sebelum Adzan

Sofyan Bin Uyainah telah berkata kepada Anda, “Janganlah seperti hamba yang buruk , dia tidak datang kecuali bila dipanggil, datangilah shalat sebelum adzan.

Firman Allah:

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orangorang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103 )

Evaluasi Amal yang Telah Dilakukan

Hasan Al Bashri berkata kepadamu,

“Instrospeksilah dirimu ketika malam menjelang, lihatlah dosa apa yang telah engkau perbuat, bertaubatlah kepada Allah, tidaklah seseorang meninggalkan qiyamullail kecuali karena dosa yang belum ditaubatinya”

Firman Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan”. ( QS. Al Hasyr: 18 )

Perbanyaklah Sedekah

Adalah Syaikhul Islam Abu Mu’tamar At Taimy tidak berlalu sejenak kecuali ia sudah bersedekah meski dengan sedikit hartanya, bila ia tidak memiliki sesuatu untuk disedekahkan maka ia akan mengerjakan shalat dua rekaat karena Allah.

“Berinfaklah dari rezeki kalian.” (QS. Al- Munafiqun: 10 )

Enyahkan Kata “Nanti”

Karena Anda tidak dapat menjamin hidup hingga esok hari, jika Anda masih hidup esok, mungkin ada halangan yang merintangimu untuk melakukan kebaikan.

Seseorang berkata kepada Umar Bin Abdul Aziz ketika melihat raut wajahnya tersirat kelelahan beraktifitas, “Tunda saja sisa pekerjaanmu hingga esok,”

Umar Bin Abdul Aziz kemudian berkata, “Pekerjaan satu hari saja sudah menyibukkanku, bagaimana lagi bila berkumpul dalam dua hari”

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi.” (QS. Al Kahfi: 23 )

Tidaklah penting berapa kali Anda terjatuh dalam dosa, namun yang lebih penting adalah berapa kali Anda bertaubat dan berusaha meninggalkan dosa. Oleh karena itu Abul Jauza memberi kabar gembira kepada kita seraya berkata:

“Sesungguhnya seorang hamba melakukan dosa hingga ia menyesali perbuatannya itu hingga ia dimasukkan ke dalam surga. Kemudian syaithan berkata: “ Celakalah aku, seandainya aku tidak menjerumuskannya kedalam dosa,

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa[semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (QS. Az Zumar: 53)


sumber : http://www.hasanalbanna.com/mari-bersama-sama-mengamalkan-wasiat-ini/

Senin, 18 Agustus 2014

Di Manakah Wanita-wanita Barakah Itu? Bagian 1

Rasulullah bersabda,
"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik.
Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk akhlaknya."

Menikah hampir menyamai kemuliaan agama. Perjanjian nikah disebut mitsaqan-ghalizhan. Istilah ini tidak pernah dipakai dalam Al Qur’an, kecuali hanya untuk tiga peristiwa. Satu untuk perjanjian akad nikah, dan dua kali untuk perjanjian tauhid.

Dalam masalah tauhid, pembelaan terhadap kebenaran agama dari mereka yang menyerang, bisa dilakukan dengan mubahalah (perang doa). Masing-masing pihak memohon kepada Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh agar pihak yang salah mendapat kutukan. Mendapat azab. Hal yang sama juga kita jumpai dalam pernikahan. Ada yang serupa dengan mubahalah dalam pernikahan, yaitu li'an. Keduanya merupakan perang doa.

Jika mubahalah disebutkan dalam satu ayat, kita mendapati Al Qur’an menerangkan tentang li'an tidak cukup satu ayat. Allah Swt. berfirman:

"Dan orang-orang yang menuduh istri mereka (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah orang-orang
yang benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk orang-orang yang berdusta.

Dan istrinya itu akan dihindarkan dari hukuman, apabila sumpah empat kali atas nama Allah yang dilakukan suaminya itu adalah dusta. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar." (QS An-Nur [24]: 6-9).

Bila perceraian biasa bisa diakhiri dengan rujuk dan masih terbuka kesempatan untuk merajut kebahagiaan bersama-sama seperti sebelumnya, maka tidak demikian dengan li'an. Dua orang yang telah bercerai setelah keduanya saling me-li'an (melaknat) haram untuk bersatu kembali untuk selama-lamanya.

Rasulullah Saw., bersabda,

"Dua orang suami-istri yang saling melaknat, apabila telah berpisah (bercerai), maka tidak akan pernah bertemu lagi selamanya." (Hadis Shahih).

Jadi,  tak  ada  lagi  ruang  untuk  menyatukan hati  yang  telah  berpisah, ketika penyesalan datang. Apabila sebelumnya keduanya saling melaknat, tidak ada lagi kesempatan   untuk   menghayati   kebersamaan   dan   kebahagiaan   ketika   mereka menyadari kesalahan-kesalahannya. Na'udzubillahi min  dzalik.  Semoga kita  tidak pernah sedikit pun tergelincir ke dalam prasangka yang buruk kepada teman hidup kita, karena prasangka yang buruk merupakan bibit li'an.

Pernikahan sedemikian pentingnya dalam pandangan Islam. Pernikahan menjadi sunnah Rasul. At-Tirmidzi, Imam Ahmad ibn Hanbal, dan Al-Baihaqi pernah meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Empat macam perkara termasuk sunnah-sunnah para Rasul, yaitu: memakai pacar, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah."

Pernikahan merupakan bukti kekuasaan Allah Yang Maha Mulia. Ia menciptakan kasih-sayang dan kerinduan-kerinduan. Ia memberikan ketenteraman yang tidak pernah bisa dirasakan oleh orang yang belum menikah. Rumah bagi mereka yang menikah adalah tempat yang menyejukkan. Tiap-tiap anggota keluarga insya-Allah memperoleh ketenteraman dan terjalin ikatan kasih-sayang.

Pernikahan yang barakah akan menumbuhkan al-'athifah (jalinan perasaan) yang demikian. Mereka akan mendapati pernikahan sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Ar-Rum ayat 21, surat yang paling populer untuk penghias undangan nikah, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Ia menciptakan untukmu istri- istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram dengannya, dan dijadikan- Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mengetahui."
Dalam  pernikahan yang  barakah,  insya-Allah akan  tumbuh  sakinah.  Antara suami dan istri, tumbuh perasaan kasih dan sayang. Perasaan ini bukan sejenis luapan- luapan sesaat, sehingga semakin kering ketika pernikahan sudah dimakan usia. Ketika sebuah   pernikahan   barakah,   suami   merasa   semakin   sayang   ketika   tertegun memandang istrinya yang semata wayang. Istri merasakan getaran cinta yang semakin mendalam saat memandangi wajah suaminya.

Bagaimana keluarga yang sakinah itu? Allahu A'lam bishawab. Hadis berikut mudah-mudahan dapat memahamkan kita sebagian di antara tanda-tandanya.

"Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki," kata Rasulullah Saw. menunjukkan, "adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu; kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang damai yang penuh kasih sayang. Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya juga tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika  dipakai hanya membuatmu lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; dan rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya."

"Akan lebih sempurna ketakwaan seorang Mukmin," kata Rasulullah Saw., "jika ia  mempunyai  seorang  istri  shalihah;  jika  diperintah  suaminya  ia  patuh,  jika dipandang membuat suaminya merasa senang, jika suaminya bersumpah membuatnya merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga dirinya dan harta suaminya."

Tetapi, tidak semua pernikahan mendapatkan barakah. Adakalanya, indahnya pernikahan segera kering setelah masa pengantin baru berlalu. Setahun belum berlalu, tetapi rumahtangga sudah dipenuhi oleh rasa jemu. Anak belum lagi satu, malah istri baru menjalani kehamilan pertama, tetapi hubungan keduanya justru semakin kaku. Bahkan lebih kaku dibanding malam pertama, saat keduanya masih belum begitu kenal.

Apa yang menyebabkan pernikahan tidak barakah? Wallahu A'lam bishawab. Saya hanya bisa berharap kepada Allah Swt semoga Ia menjadikan pernikahan saya, juga pernikahan Anda, dibarakahi dan diridhai-Nya. Dengan demikian, pernikahan semakin mendekatkan kita kepada-Nya. Bukan justru mendatangkan kekecewaan- kekecewaan yang membuat kita sulit bersyukur kepada Allah Swt. Betapa banyak nikmat Allah. Akan tetapi alangkah sulitnya mensyukuri sekian banyak karunia-Nya, kalau hati penuh kekecewaan.

Tulisan ini  merupakan doa  saya,  mudah-mudahan saya  dan  Anda  mencapai pernikahan yang barakah. Sejauh yang saya bisa, saya berusaha untuk membahas beberapa hal yang menjadikan pernikahan tidak barakah atau berkurang kebarakahannya. Mudah-mudahan, dengan demikian saya dan Anda semuanya dapat mengambil pelajaran. Sehingga kita bisa menghindarkan diri dari keadaan-keadaan yang mengurangkan barakah. Apalagi sampai menghilangkan.
Ada pernikahan yang penuh barakah. Ada pernikahan yang sedikit kebarakahannya. Dan yang paling menakutkan, adalah pernikahan yang tidak akan pernah ada kebarakahan di dalamnya.

Pernikahan yang bagaimanakah yang   tidak akan pernah ada kebarakahan di dalamnya?

Rasulullah  Saw.  menunjukkan,  "Barangsiapa  yang  menikahkan  (putrinya) karena silau akan kekayaan laki-laki itu meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak pernah pernikahan itu akan dibarakahi-Nya."

Sebagian pernikahan kurang barakah karena niatnya yang tidak tepat. Sebagian disebabkan oleh berbagai hal selama proses berlangsung. Sebagian dipengaruhi oleh pelaksanaan pernikahan. Sebagian disebabkan akhlak setelah menikah. Tetapi perubahan akhlak setelah menikah, banyak disebabkan oleh niat orang yang menikah dan yang menikahkan (karena itu, ajaklah orangtua berbicara). Pernikahan yang barakah insya-Allah justru menjadikan akhlak keduanya semakin baik. Bila sebelumnya masih kurang sesuai dengan keutamaan akhlak, insya-Allah setelah menikah mereka menjadi baik akhlaknya. Ini berdasarkan hadis Nabi:

"Kawinkanlah (zawwajuu) orang-orang yang masih sendirian di antara kamu, sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluaskan rizki mereka, dan menambah keluhuran mereka."

Mengenai niat, insya-Allah kita akan membahasnya tiga bab mendatang. Sementara beberapa aspek yang mempengaruhi kebarakahan dan sakinah dalam pernikahan, sudah kita bahas dalam bab-bab sebelumnya, betapa pun masih terbatas. Pada  bab  ini,  saya  ingin  mengajak  Anda  untuk  menyelami  beberapa  peringatan berikut, dengan segala keterbatasan yang ada pada saya saat ini (semoga Allah mengampuni kesalahan dalam pembahasan ini dan memberikan petunjukNya). "Sesungguhnya," kata  Rasulullah Saw., "termasuk dari keberuntungan perempuan adalah  mudah  lamarannya,  ringan  mas  kawinnya,  dan  subur  rahimnya."  (HR Ahmad).

Sabda Rasulullah Saw.:
"Wanita  yang  paling  agung  kebarakahannya,  adalah  yang  paling  ringan maharnya." (HR Ahmad, Al-Hakim, Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih).

Rasulullah juga mengingatkan,

"Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk akhlaknya."

Pada  sebuah  hadis  yang  diriwayatkan  oleh  Ath-Thabrani  dari  Anas  r.a., Rasulullah  bersabda,  "Orang  yang  menikahi  wanita  karena  kedudukannya, Allah hanya akan menambahinya kehinaan; yang menikahinya karena kekayaannya, Allah hanya akan memberinya kefakiran; yang menikahinya karena nama besar keturunannya, Allah justru akan menambahinya kerendahan. Namun, laki-laki yang menikahi wanita hanya karena menjaga pandangan mata dan memelihara nafsunya atau untuk mempererat hubungan kasih-sayang (silaturrahim), maka Allah akan membarakahi laki-laki itu dan memberi kebarakahan yang sama pada wanita itu sepanjang ikatan pernikahannya."

Cukup  sampai  di  sini  kutipan  kita  terhadap  hadis-hadis  Nabi  mengenai pernikahan dan kebarakahannya. Sekarang, marilah kita melanjutkan pembahasan kita. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita, kemudian melimpahkan barakah dan ridha-Nya. Allahumma amin.



Dikutip dari buku Kado Pernikahan Untuk Istriku
Karya Muhammad Fauzil Adhim




Senin, 11 Agustus 2014

Istikharah Cinta

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(Al Baqoroh:216)
sebuah buku berjudul Istikharoh Cinta, penulis M.Shodiq Mustika.penerbit Qultum Media,hmm..sedikit resume dari buku tersebut,semoga bermanfaat terutama untuk saudara-saudariku yg lg beristikharoh ^_^..

Rasul saw. telah memberi informasi kepada kita bagaimana kita memilih pasangan hidup.ada empat faktor yang dieprtimbangkan:1.din/ agama (akhlak)2.keturunan3.kecantikan4.kekayaan

"........maka beruntunglah kamu yang memilih perempuan yang memiliki din (yang baik)"(HR.Bukhari Muslim)
 buat apa istikharoh?beberapa alasan diantaranya:1.menetapkan hati2.mencari ketenangan,3.mengambil jarak dari masalah
 untuk soal jodoh, yang kita pertimbangkan tentu tak hanya calon mempelai,melainkan juga ayah-ibunya,adik-kakaknya, teman-temannya, dan aktivitas kesehariannya.kita tidak dapat mengambil seseorang dari kehidupannya dan menyelipkan sosoknya di jadwalkehidupan kita begitu saja.Untuk mempertimbangkan hal ini, kita harus mengingat banyak sisi kehidupan kita dengan calonpasangan kita.tak melulu urusan cinta, pilihan organisasi, keahlian masak, sifat keibuan,dan kemampuan mengatur keuangan juga ditimbang penting sebagian orang.sadari sisi-sisi ini, lihat semua versinya, dan lihat bagaimana tubuh serta pikiran kitabereaksi terhadap calon pasangan kita.ada yang mungkin langsung Degh!!!merasakan kecenderungan yah ini..pasangan saya,atau bahkan ada tidak ada perasaan sama sekali.tak suka dengan beberapa sisi calon? mungkin masih bisa ditoleransi.tak bisa mentolerir? putuskan saja untuk tidak diteruskan, walaupun mungkinkecenderungan sempat singgah. Bisa? bisa, bukankah cinta tak harus berarti memiliki?

adakalanya, seseorang merasa cocok dengan kriteria calon pasangannya.namun, muncul masalah baru: keragu-raguan terhadap calon pasangannya tsb."bagaimana sikapnya? seperti apa karakternya? apa saja kebiasaannya?"hal-hal semacam ini memang cukup sulit diterka, bahkan bagi mereka pelaku pacaranyang cukup lama sekalipun, apalagi bagi kita yang tidak mengenal kata pacaran.tentunya kejujuran dan keterbukaan dalam proses saling mengenal harus selalu mengiringi.tapi ingat, betapa pentingnya kita untuk selalu menjaga hati, walau mungkin kecenderunganitu sudah mulai ada...


dan solusinya do'a...mengapa do'a?yah..karena ini:"...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."(Al Baqoroh:216)

kita hanya bisa meyakini sesuatu tanpa benar-benar mengetahuinya, dalam hal ini kitaadalah sesosok makhluk yang tidak mengetahui sesuatu, sudah selayaknyalah bahwa pihakyang tahu bertanya apda pihak yang Maha Tahu.
pada saat melakukan istikharoh, terasa sekali kedekatan seorang hamba dengan Alloh,nikmatilah saat-saat kebersamaan kita denganNya.manfaatkanlah kesempatan ini dengan bersungguh-sungguh, sebab keputusan yang kita ambiladalah sebuah keputusan yang tanpa kita sadari adalah keputusan yang besar, pengaruhnya tidakhanya bagi diri kita tapi juga untuk orang lain.dalam melakukan isitikharoh, yakinlah bahwa Alloh mengabulkan doa kita."aku sesuai prasangka hambaKu"

gunakan akal kita juga untuk bermusyawarah dengan orang-orang yang di kehidupan kitadalam memilih jodoh..An-Nawawi mengatakan. "disunnahkan untuk bermusyawarah sebelum melakukan istikharohdengan orang yang:1. suka memberi nasihat2. penyayang3. berpengalaman4. agama dan ilmunya dapat dipercaya.
 sudah bermusyawarah?lantas sudah beristikharoh?apakah kita perlu untuk menunggu kemantapan hati?sebenarnya kita tidak perlu menunggu kemantapan hati.Muhammad bin Ali Kamaluddin Az-Zamlakani menyatakan,"apabila seseorang shalat 2 rakaat istikharoh karena suatu urusan,hendaklah sesudah itu dia mengerjakan apa yang dipandangnya baik, dalamkeadaaan lapang dadanya (lega) ataupun tidak. dan dalam hadits ini tidak ada indikasiyang menyatakan syarat bahwa harus ada insyirah (kelapangan) dada ataupun perasaan.

daripada menunggu kemantapan hati, lebih baik kita menciptakan kemantapan di hatikita sendiri seusai beristikharoh. Caranya gunakan akal sehat kita..
andaikan akal sehat kita sudah menyatakan dengan tegas bahwasi fulanah adalah jodoh terbaik kita, maka kita dapat segera menindaklanjuti. Bagaimana jika akal sehat kita belum dapat mengambil suatu keputusan dengan tegas?Ali Al-Qari menyarankan,"hendaknya dia shalat istikharoh lagi sampai terlihat jelas kebaikannya."

maksud"sampai terlihat jelas" adalah sampai akal sehat menerimanya tanpa ada bantahan lagi.
kita pun tidak perlu lama dan menunda-nunda mengambil keputusan...
andai terlalu lama menimbang-nimbang, mungkin saja itu justru merupakan pertanda bahwapasukan iblis sedang membolak-balikan qalbu kita dan mencemarinya, sehingga akal sehat kitakurang mampu berpikir optimal.

nah Lho???jangan lama-lama dalam mengambil keputusan!!!
inikah pilihan Alloh?

masya Alloh, apakah kita bisa yakin bahwa keputusan yang telah diambil akal sehat kita itumerupakan pilihan Alloh?bagaimana jika keputusan tsb adalah bedasar hawa nafsu kita ataupun hasil dari bisikan setan?

Alloh berfirman, "...kemudian apabila engkau telah mengambil keputusan (seusai istikharoh),maka bertawakallah kepada Alloh.Sungguh Alloh mencintai orang yang tawakal, bila Allohmenolong kamu, tidak ada yang dapat menaklukanmu..."(Ali Imran:159-160)

Repost catatan dari
Ust. M iqbal Al abror



Sumber : http://anitayulian.blogspot.com/2013/10/istikharoh-cinta.html

Sabtu, 09 Agustus 2014

Jodoh Tidak Akan Pernah Tertukar

Aku teringat kisah seorang teman...

Ia adalah seorang muslimah yg senantiasa terjaga. Hari-harinya senantiasa diisi dengan kegiatan bermakna.. Apalagi kalau bukan mengisi kajian, membaca buku, menulis tausyah dan sebagainya.

Suatu hari, ia memiliki permasalahan dakwah yg begitu besar. Bahkan ia bingung, kepada siapa ia harus meminta bantuan... Tak ayal, dia hanya bisa memohon dalam sujud panjangnya agar segera diberi jalan keluar terbaik.

Tak berapa lama... Ia dikenalkan dengan seorang ikhwan, tepatnya terpaut 6 tahun yg pada saat itu, ikhwan tersebut memberikan bantuan berupa masukan-masukan serta solusi mengenai problema dakwah yg sedang dialami temanku itu.

Saat itu temanku benar-benar berterima kasih serta mengucap rasa syukur sedalam-dalamnya... Karena perlahan problema dakwah yg sedang dihadapi menemui titik terangnya.

Namun, setelah titik terang ditemui.. ternyata menambah sebuah problema baru. Bagaimana tidak, kedekatannya dengan sang ikhwan tersebut.. ternyata memunculkan benih-benih cinta dalam hatinya.

Sungguh, sebenarnya temanku itu tak mau memiliki rasa seperti itu, ia pun ingin membuang jauh-jauh bayangan tentang ikhwan tersebut yg sebenarnya sudah dianggap oleh temanku itu sebagai seorang kakak. Ya! hanya sebatas kakak.

Tapi, apa mau dikata... rasa kagum karena kefahaman ikhwan tersebut akan ilmu agama serta keshalihannya ternyata mampu mengalihkan keimanan temanku itu. Ia selalu uring-uringan dan pada akhirnya hidupnya jadi tak bersemangat lagi.. Kalau dulu, ia bersujud panjang karena rasa khouf-nya yg ada.. kini dalam sujud panjangnya selalu terhadirkan genangan air mata, ingin disatukannya ia dengan ikhwan tersebut.

Sampai suatu hari, ia menceritakan semuanya padaku... dan aku pun mencoba menenangkannya. Ia terus menangis dan menangis sejadi-jadinya. Ia sudah tak tahan lagi terhadap kegalauan perasaannya. Ia takut rasa itu akan semakin mencengkeramnya dengan kuat dan akhirnya terbius oleh hawa nafsu syaitan.

Aku pun mencoba memberikan saran, untuk coba berterus terang terhadap ikhwan tersebut akan perasaan temanku ini yg sebenar-benarnya. Malah kalau perlu langsung menawarkan diri untuk minta dinikahinya. Bukankah Siti Khadijah juga menawarkan diri kepada Rasululloh, hanya saja melalui seorang perwakilan? Apakah menawarkan diri ini disampaikan melalui perwakilan atau secara langsung oleh diri sendiri terserah, asalkan caranya baik & sesuai dengan syariat Islam. Bila ingin maju tanpa perwakilan tentu harus siap dengan satu syarat: harus siap mental!.



Temanku akhirnya paham dan memberanikan diri untuk menawarkan diri terhadap ikhwan tersebut, tentu minta untuk dinikahi.. bukan untuk dipacari. Dan ia sudah siap dengan berbagai kemungkinan yg akan terjadi. Tapi bismillah saja lah, pikirnya. Toh aku bukan meminta pada ikhwan tersebut tapi sebenar-benarnya aku meminta pada Sang Pemilik ikhwan tersebut (red. Alloh), kata temanku.

Dan setelah beberapa lama, aku kehilangan kabar temanku ini. Entah apa yg telah terjadi, namun rasa keingintahuanku begitu membuncah.. Sampai pada akhirnya, aku mendapat kabar darinya.. bahwa ikhwan tersebut telah menikah, dengan akhwat yg lain.

Aku ikut bersedih, tentu ada rasa kekecewaan yg hadir terhadap diri temanku tersebut. Tapi, ketika aku menemuinya, ia begitu tegar.. dan mengatakan "Aku sudah menawarkan diri pada ikhwan tersebut, tapi ikhwan tersebut justru menyerahkan undangan pernikahannya padaku. Aku mungkin telat menawarkan diriku padanya, tapi sungguh aku yakin bahwa jodohku tak akan pernah tertukar oleh siapapun".

Degg... tiba-tiba aku terlemas. Kata-katanya begitu menghujam dalam kalbuku. Ia sungguh wanita sholehah.. Aku yakin, ia akan mendapatkan jodohnya yg terbaik kelak.

Setelah pertemuan itu. Aku tak bertemu lagi dengan temanku tersebut... Kita benar-benar loss contact sama sekali.

***

Kita kembali dipertemukan.. tepatnya ketika aku berkunjung ke toko buku. Ia masih tampak seperti yg dulu, setelah pertemuan terakhirku dengannya setahun yg lalu. Ia pun menghampiriku dan menyapaku, lalu mengajakku untuk mampir ke sebuah rumah makan yg tak jauh dari toko buku itu. Disanalah kita berbincang kembali... kemudian ia menceritakan padaku, bahwa ia sempat ta'aruf namun gagal hingga kedua kalinya. Dengan hanya karena sebuah alasan, bahwa temanku itu adalah seorang "Aktivis".

Aku tak habis pikir mendengar ceritanya, wanita seperti dia, bisa ditolak ikhwan hanya karena alasan itu??!! Huhh..!! aku emosi sekali. Jarang-jarang kan ada wanita yg seperti ini, sudah cantik, sholehah, pemahaman ilmu agamanya banyak dan aktifis dakwah pula. Apalagi sih yg dicari dari para ikhwan tersebut?!

Ahh, itu pasti karena ikhwan tersebut takut menyeimbangi kafaah yg dimiliki temanku ini. Belum maju ke medan perang, ehh.. udah mundur selangkah demi selangkah. Capekkk dah!!

Tapi sekali lagi, tak ada rasa kekecewaan yg muncul dari temanku ini.. meski aku yakin, namanya juga manusia, tentu temanku merasakan sakit yg terdalam di hatinya mengenai kegagalannya berkali-kali dalam menuju gerbang pernikahan.

***

Itu dulu.. ketika 1,5 tahun yg lalu kita bercerita... Tapi lihatlah kini, surat undangan pernikahan berwarna merah telah berada di genggaman tenganku. Akhir dari sebuah perjalanan seorang temanku.

Dan sungguh benar janji Alloh, "Perempuan-perempuan yg keji adalah untuk yg keji pula dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yg keji, sedangkan wanita-wanita yg baik untuk laki-laki yg baik dan laki-laki yg baik juga diperuntukkan bagi perempuan-perempuan yg baik…” (QS. An-Nur: 26).


Ternyata apapun yg telah Alloh tetapkan bagi manusia merupakan hak-Nya, pasti ada hikmah besar di dalamnya, tergantung bagaimana kita menyikapi.

Dan sebuah pembelajaran bagiku,  tentu aku harus yakin seperti temanku ini, keyakinan bahwa "Jodoh tidak akan pernah tertukar". Insya Alloh.
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥


from : anitayulian.blogspot.com

Minggu, 27 April 2014

Menikahlah Denganku

Dalam isyarat Nabi tentang Nikah, ialah sunnah teranjur nan memuliakan. Sebuah jalan suci untuk karunia sekaligus ujian cinta-syahwati.Maka sebagai ibadah, memerlukan kesiapan dan persiapan. Ia untuk yang mampu, bukan sekedar mau. “Ba’ah” adalah parameter kesiapannya.

Maka berbahagialah mereka yang ketika hasrat hadir bergolak, sibuk mempersiapkan kemampuan, bukan sekedar memperturuntukan kemauan.  Persiapan hendaknya segera membersamai datangnya baligh, sebab makna asal “Ba’ah” dalam hadits itu adalah “Kemampuan seksual.”

Imam Asy Syaukani dalam Subulus Salam, Syarh Bulughul Maram menambahkan makna “Ba’ah” yakni: kemampuan memberi mahar dan nafkah. Mengompromikan “Ba’ah” di makna utama (seksual) dan makna tambahan (mahar, nafkah), idealnya anak lelaki segera mandiri saat baligh.

Jika kesiapan diukur dengan “Ba’ah”, maka persiapannya adalah proses perbaikan diri nan tak pernah usai. Ia terus seumur hidup.

Izinkan saya membagi Persiapan dalam 5 ranah:


  1. Ruhiyah,
  2. ‘Ilmiyah,
  3. Jasadiyah (Fisik),
  4. Maaliyah (Finansial),
  5. Ijtima’iyah (Sosial)

Persiapan perlu start awal. Salim menikah usia 20 tahun, tapi karena persiapannya dimulai umur 15 tahun, maka tak bisa disebut tergesa.Sebaliknya, ada orang yang nikah-nya umur 30 tahun, tapi persiapan penuh kesadaran baru dimulai umur 29,5 tahun. Itu namanya tergesa-gesa.

Kita mulai dari yang pertama; Persiapan Ruhiyah. Ialah nan paling mendasar. Segala persiapan lainnya berpijak pada yang satu ini. Persiapan Ruhiyah (Spiritual) ada pada soal menata diri menerima ujian dan tanggungjawab hidup nan lebih berlipat, berkelindan. (QS Ali Imran 14): Sebelum nikah ujian kita linear: pasangan hidup. Begitu berjejalin: pasangan, anak, harta, gengsi, investasi. Sebelum Nikah, grafik hidup kita analog dengan amplitudo kecil. Setelah menikah, ia digital variatif; kalau bukan nikmat, ya musibah.

Maka termakna jua dalam Persiapan Ruhiyah terkait adalah kemampuan mengelola sabar dan syukur menghadapi tantangan-tantangan itu. Sabar dan syukur itu semisal tentang pasangan; ia keinsyafan bahwa tak ada yang sempurna. Setiap orang memiliki lebih dan kurangnya. Khadijah itu lembut, penyabar, penuh pengertian, dan dukung penuh perjuangan. Tapi tak semua lelaki mampu beristeri jauh lebih tua.  ‘Aisyah: cantik, cerdas, lincah, imut. Tapi tak semua lelaki siap dengan kobar cemburunya nan sampai banting piring di depan tamu.

Persiapan Ruhiyah adalah mengubah ekspektasi menjadi obsesi. Dari harapan akan apa nan diperoleh, menuju nan apa akan dibaktikan. Jika masih terbayang sebagai berikut: lapar ada yang masakin, capek ada yang mijitin, baju kotor dicuciin. Itu ekspektasi. Bersiaplah kecewa.

Ekspektasi macam itu lebih tepat dipuaskan oleh tukang masak, tukang pijit, dan tukang cuci;) Ber-obsesilah dalam Nikah. “Apa obsesimu?”

Obsesi sebagai Persiapan Ruhiyah semisal: Bagaimana kau akan berjuang sebagai suami/isteri ayah/ibu untuk mensurgakan keluargamu? Usai itu, di antara persiapan Ruhiyah adalah menata ketundukan pada segala ketentuanNya dalam rumah tangga dan masalah-masalahnya.

Lalu persiapan ‘Ilmiyah-Tsaqafiyah (Pengetahuan) Nikah, meliput banyak hal semisal Fiqh, Komunikasi Pasangan, Parenting, Manajemen, dan lain-lain. Bukan Ustadz-pun, tiap muslim harus sampai pada batas minimal lmu syar’i nan dibutuhkan dalam berhidup, berinteraksi, berkeluarga

Lalu tentang komunikasi pasangan; seringnya masalah rumahtangga bukan krn ada maksud jahat,melainkan maksud baik nan kurang ilmu Nikah. Sungguh harus diilmui bahwa lelaki dan perempuan diciptakan berbeda dengan segala kekhasannya, untuk saling memahami dan bersinergi.

Contoh beda hadapi masalah dan tekanan; Wanita: berbagi, didengarkan, dimengerti. Lelaki: menyendiri, kontemplasi, rumuskan solusi Nikah.

Bayangkan jika perbedaan itu dibawa dalam sikap dengan asumsi: “Aku mencintaimu seperti aku ingin dicintai” Konflik pasti meraja. Suami pulang dengan masalah berat disambut isteri yang memaksa ingin tahu dan dengar problemnya, padahal ia ingin sendiri dan bersolusi.

Lihatlah Khadijah saat Muhammad pulang dari Hira’ dengan panik dan resah. Dia tak bertanya, dia sediakan ruang sendiri dan kontemplasi. Sebaliknya, isteri yang sdg ingin didengar lalu curhat ke suami, suami malah tawarkan solusi. Padahal dia hanya ingin dimengerti.

Isteri: “Mas aku capek, rumah berantakan bla-bla-bla.”

Suami: “OK, kita cari pembantu. “

Istri: “O, jadi aku dianggap pembantu?!.”

Suami: “Lho?!”

Beda lagi: Suami single tasking, bisa marah kalau isterinya nan multitasking memintanya kerjakan beberapa hal berrangkai-rangkai.

Beda lagi: Isteri sering berkalimat tak langsung nan tak difahami suami.
Istri: ”Mas, Salma belum dijemput, aku masih harus masak!”

Jawab suami: “Oh, kalau gitu biar nanti Salma pulang sendiri”

Dijamin para isteri gondok, sebab maksudnya: “Tolong jemput Salma!”

Beda. Bagi suami masalah harus disederhanakan (Spiral ke dalam). Bagi isteri, tiap detail dan keterkaitan sangat penting (Spiral keluar)

Dan banyak lagi beda yang jika tak diilmui potensial jadi masalah serius.

Next: Parenting. Waktu kita sempit; belum puas belajar jadi suami/isteri, tiba-tiba sdh jadi ayah/ibu. Maka segeralah belajar jadi Ortu. Anak adalah karunia yang hiasi hidup, amanah (lahir dalam fitrah, kembalikan ke Allah dalam fitrah), pahala, sekaligus fitnah (ujian).

Maka mengilmui hingga detail-detail kecil soal parenting adalah niscaya. Contohnya hadits: renggutan kasar pada bayi membekas di jiwa.

Uji kecil buat calon ibu dan ayah: “Apa yang anda lakukan saat anak lari-larian di depan rumah lalu gabruss, jatuh berdebam?”

Lazim: “Sudah dibilang, jangan lari-lari! Tuh, jatuh kan!” Anak belajar untuk menganggap dirinya selalu bersalah dalam hidupnya.

Lazim: “Iih, batunya nakal ya Nak! Sini Ibu balaskan!” Anak belajar salahkan keadaan sekitar untuk excuse dari kurangnya ikhtiyar.

Lazim: “Hm, nggak apa-apa, nggak sakit, cuma kayak gitu!” Ketakpekaan. Hati-hati dibalas saat kita sdh tua dan sakit-sakitan.

Alangkah bahaya tiap huruf dari lisan bg masa depan anak kita.
Latihlah dia agar lempang (tanpa dusta dan tipu) dalam taqwa (QS 4: 9)

Kita masuk persiapan Jasadiyah (Fisik) untuk. Ini jua perkara penting sebab terkait dengan keamanan, kenyamanan, dan ketenagaan. Awal-awal, periksa dan konsultasilah ke dokter atas termungkinnya segala penyakit tubuh, lebih-lebih nan terkait kesehatan reproduksi

Pernikahan itu utuh di segala sisi diri, maka menjalani terapi dan rawatan tertentu untuk membaikkan fisik adalah jua hal yang utama. Fisik kita dan pasangan bertanggungjawab lahirkan generasi penerus yang lebih baik. Maka perbaiki daya dan staminanya sejak sekarang.

Perbaiki pola asup, tata gizi seimbang. Allah akan mintai tg jawab jajan sembarangan jika ia jadi sebab jeleknya kualitas penerus Bangun kebiasaan olahraga ilmiah; tak asal gerak tapi membugarkan, menyehatkan, melatih ketahanan. Tugas fisik berlipat 3 setelahnya.

Jadi, target persiapan fisik itu 3 tingkatan;


  1. primer: sehat dan aman penyakit,
  2. sekunder: bugar dan tangkas,
  3. tersier: beauty dan charm

Selanjutnya, persiapan Maliyah (finansial), ini yang paling sering menghantui dan membuat ragu sepertinya. Padahal ianya sederhana. Konsep awal; tugas suami adalah menafkahi, BUKAN mencari nafkah. Nah, bekerja itu keutamaan dan penegasan kepemimpinan suami. Ingat dan catat: Persiapan finansial sama sekali TIDAK bicara tentang berapa banyak uang, rumah, dan kendaraan yang harus anda punya.

Persiapan finansial bicara tentang kapabilitas hasilkan nafkah, wujudnya upaya untuk itu, dan kemampuan kelola sejumlah apapun ia. Maka memulai pernikah-an, BUKAN soal apa anda sudah punya tabungan, rumah, dan kendaraan. Ia soal kompetensi dan kehendak baik menafkahi.

‘Ali ibn Abi Thalib memulai bukan dari nol, melainkan minus: rumah, perabot, dan lain-lain dari sumbangan kawan dihitung hutang oleh Nabi. Tetapi ‘Ali menunjukkan diri sebagai calon suami kompeten; dia mandiri, siap bekerja jadi kuli air dengan upah segenggam kurma.

Maka sesudah kompetensi dan kehendak menafkahi yang wujud dalam aksi bekerja -apapun ia-, iman menuntun: itu buat kaya (QS 24: 32)

Agak malu, Salim juga minus saat nikah; hutang yang terrencanakan terbayar dalam 2 tahun menurut proyeksi hasil kerja saat itu. Tetapi Allah Maha Kaya, dan menjadi pintu pengetuknya. Hadirnya isteri menjadi penyemangat; hutang itu selesai dalam 2 bulan.

Buatlah proyeksi nafkah secara ilmiah dan executable, JANGAN masukkan pertolongan Allah dalam hitungan, tapi siaplah dengan kejutanNya.

Kemapanan itu tidak abadi. Saya memilih di usia 20 saat belum mapan agar tersiapkan isteri untuk hadapi lapang maupun sempitnya.  Bahkan ketidakmapanan yang disikapi positif menurut penelitian Linda J. Waite (Psikolog UCLA), signifikan memperkuat ikatan cinta

Ketidakmapanan nan dinamis menurut penelitian Karolinska Institute Swedia, menguatkan jantung, meningkatkan angka harapan hidup. Karolinska Institute: kemapanan lemahkan daya tahan jantung terhadap serangan. Di Swedia, biasanya yang kena infark langsung wafat PNS

Persiapan yang sering terabai ialah nan kelima ini: Ijtima’iyah (Sosial). Pernikahan adalah peristiwa yang kompleks secara sosial. Sebuah pernikahan yang utuh punya visi dan misi kemasyarakatan untuk menjadi pilar kebajikan di tengah kemajemukan suatu lingkungan. Untuk itu, mereka yang akan me hendaknya mengasah keterampilan sosialnya jauh-jauh hari, sekaligus sebagai bagian pendewasaan.

Membiasakan mengkomunikasikan prinsip-prinsip nan diyakini terkait pernikahan dan kehidupan kepada Orangtua bisa jadi bagian dari latihan.

Prinsip Quran tentang hubungan dengan Ortu ialah ‘persahabatan’, Wa Shaahibhuma (QS Luqman 15). Gunakan itu untuk dewasakan diri. Maka kadang Salim menilai kedewasaan kawan yang ingin menikah dengan keberhasilannya untuk komunikasikan prinsip pada Ortu scr ma’ruf. Persiapan kemasyarakatan: kumpulkan modal sosial sebanyak-banyaknya; bahasa, ilmu sosio-antropologis, kelincahan organisasi, dan lain-lain.

Pernikahan kita harus hadir sbg pengokoh kebajikan masyarakat, bukan beban ataupun pelengkap-penderita. Utama lagi, jadi pelopor. Mulailah dengan perkenalan berkesan pada lingkungan. Saat walimah nanti; tetangga rumah tinggal setelah adalah yang plg berhak diundang. Jika harus pindah tempat tinggal, mulai juga dengan perkenalan.
Para tokoh: datangi silaturrahim. Masyarakat umum: undang tasyakuran.

Setelah itu, target besarnya adalah menjadikan pintu rumah kita sebagai yang paling pertama diketuk saat masyarakat sekitar memerlukan bantuan. Tentu berat menopangnya sendiri. Maka yang harus kita punya bukan hanya ASET, melainkan juga AKSES. Bangun jaringan saling menguatkan.

Ilmuilah bagaimana cara menguruskan jaminan kesehatan miskin, beasiswa tak mampu, biaya RS, mobil jenazah gratis, dan lain-lain demi tetangga kita.

Tampillah sebagai yang penting dan bermanfaat dalam hajat-hajat kebahagiaan maupun duka tetangga, juga rayaan-rayaan sosial-masyarakat. Tampillah sebagai yang terbaik sejangkau sesuai kemampuan; Imam Masjid, muadzin, Guru TPA, Bendahara RT, Ketua RW, Pendoa jenazah, dan seterusnya.

Tampillah sebagai nan paling besar kontribusi dalam kebaikan-kebaikan sosial: Agustusan, Syawalan, Kerja Bakti, Arisan, Pengajian, dan seterusnya. Ringkas kata untuk persiapan sosial ini adalah bermampu diri untuk menjadi pribadi dan keluarga yang aman, ramah, bermanfaat

Salim A Fillah

sumber : http://www.fimadani.com/akhi-menikahlah-denganku/

Dapatkan Buku-buku Salim A. Fillah Di sini:



Rabu, 23 April 2014

Menikahlah ! Engkau Menjadi Kaya

Menikah dalam Islam mempunyai kedudukan yang agung dan mulia. Disamping merupakan syari’at, menikah adalah syi’ar yang seharusnya dikumandangkan. Manfaat dan faedahnya sudah tidak asing oleh kita, karena dengan menikah diperoleh ketentraman hati dan ketenangan jiwa, dengan menikah tercipta cinta yang suci dan jalinan kasih sayang yang sejati. Dengan menikah lahirlah pejuang – pejuang Islam yang tangguh dan generasi – generasi Islam yang hebat. Dengan menikah terbina keluarga sakinah, harmonis penuh dengan mawaddah wa rohmah. Dengan menikah kehidupan terasa indah dan menyenangkan, dengan menikah pula penerapan sunnah dalam kehidupan semakin sempurna. Demikian pula dengan menikah kita bisa mengarungi samudera kehidupan sambil mengais pahala dan kebaikan lewat bahtera rumah tangga. Karena manfaatnya yang banyak dan faedahnya yang luar biasa inilah Alloh Yang Maha Agung dan Mulia berfirman dalam Surat An Nur : 32

                            وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“ Dan nikahkanlah orang – orang yang belum berpasangan diantara kalian, demikian pula hamba-hamba sahaya laki- laki maupun perempuan yang sudah layak untuk menikah. Jika mereka adalah orang – orang faqir maka niscaya Allah akan memberinya kecukupan (kemampuan) dari karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas Karunianya dan Maha Mengetahui.”

Dan Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam pun bersabda dalam hadist yang shohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Tirmidzi, Imam An Nasa’i dan Imam Ibnu Majah juga Ibnu Hibban dan lainnya :
“ Ada 3 golongan yang mereka benar – banar berhaq mendapatkan pertolongannya Allah :
1. Orang yang menikah dengan tujuan ‘afaf / menjaga kehormatan diri
2. Orang yang dicatat ( orang yang berhutang) yang bertujuan membayarnya
3. Orang yang berperang fii sabiilillah.”
(HR para pemilik sunah kecuali Abu Daud)

Disamping hadits Rosulullah yang cukup terkenal yaitu :
“ Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian mempunyai kemampuan untuk menikah maka menikahlah, karena hal itu lebih bisa menjaga pandangan dan kemaluan. Dan bagi siapa yang tidak mempunyai kemampuan maka berpuasalah, sesungguhnya itu bisa sebagai tameng. “ (H.R. 7 Imam)

Maka dari nash Al-Quran maupun As Sunnah, kita dapatkan perintah atau anjuran untuk menikah, dan yakinlah Alloh akan menolong hamba – hambaNya yang beriman, apalagi tujuan kita baik dan mulia.

Kita lihat komentar – komentar para ulama ulama kita didalam menafsirkan surat An Nur ayat 32 yang kita pelajari ...
1. Berkata sahabat Abu Bakar Ash shiddiq, semoga Alloh meridhoinya
“ Taatilah apa yang diperintahkan Alloh kepada kalian berupa menikah, maka Alloh akan memenuhi apa yang dijanjikan kepada kalian berupa kecukupan / kekayaan.”
(hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir 6/59, dan Imam Asy Syaukani dalam Fathul Qodir 4/45)

2. Berkata sahabat Umar bin Khottob, semoga Allah meridhoinya :
“ Saya heran terhadap orang yang mencari kekayaan, tapi dia tidak menikah.”
( Lihat Tafsir Abu Mudhoffar As Sam’dni jilid 3 hal 525 dan 526 juga tafsir Al Baghowi jilid 3/410)

3. Berkata sahabat Abdulloh bin Mas’ud, semoga Alloh meridhoinya :
“ Carilah kekayaan dalam menikah/ dengan menikah. “
( Lihat Tafsir Ibnu Juzai jilid 2 hal 68, dan Ibnu Katsir jilid 6 : 59)

4.  Berkata Sahabat Abdulloh bin Abbas, semoga Alloh meridhoinya
“ Allah menganjurkan untuk menikahkan dan memerintahkan menikah pada orang bebas maupun yang menjadi budak, juga menjanjikan kekayaan atas itu”
(lihat tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, hal 58)

5.  Berkata Imam Al Baghowi, semoga Alloh merahmatinya :
“ Kekayaan disini qona’ah dan ada yang mengatakan terkumpulnya 2 rizqi, rizqi milik suami dan rizqi milik istri. 3/410

6. Berkata Imam Ibnu Juzai, semoga Alloh merahmatinya:
“ Alloh menjanjikan kekayaan bagi orang – orang yang faqir yang mereka menikah dengan tujuan mencari ridho Alloh. 2/68


Dan masih banyak lagi komentar – komentar dari para ulama kita, dalam ayat ini sehingga sampai sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud berkata :
“ Seandainya aku tahu , bahwasannya umurku didunia tidak tersisa lagi kecuali lagi 10 hari, maka sungguh aku segera menikah agar tidak bertemu Allah dalam keadaan membujang.”

Adapun hadits :
“Nikahilah wanita, karena mereka bisa mendatangkan harta “
Maka hadits ini riwayat Imam Al Bazzar dan Imam Al Hakim yang masih diperselisihkan kesohihannya.



Oleh : Ustadz Arifin Ridin Lc,
0852 9245 9759

Perhatian:
Tolong dikoreksi bersama apabila terdapat kesalahan dalam mengutip tulisan dari Ustadz Arifin Ridin Lc

Kamis, 03 April 2014

Antara Menyegerakan dan Tergesa-gesa

Rasulullah menasehatkan:
"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya."

Salah satu perkara yang perlu disegerakan adalah menikah. Begitu Islam mengajarkan. Menyegerakan bagi seorang laki-laki yang telah mencapai ba'ah adalah dengan segera meminang wanita baik-baik yang ia mantap
dengannya. Ia mendatangi orangtua wanita tersebut dengan menjaga adab sambil membersihkan niat.

Rasulullah Muhammad Saw. bersabda:

"Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah, maka tidaklah ia termasuk golonganku." (HR Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).1

Nabi kita juga mengingatkan, "Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah, kemudian ia tidak menikah." (HR Ath-Thabrani).

Sedang menyegerakan nikah bagi keluarga wanita adalah dengan mempercepat pelaksanaan  jika  tidak  ada  kesulitan  yang  menghalangi.  Juga,  menyederhanakan proses  agar  tidak  membebani  kedua  mempelai.  Mudah-mudahan  mereka  akan mendapatkan rumah tangga yang barakah dan diridhai Allah, keluarga yang di dalamnya terdapat anak-anak yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah.

Menyegerakan nikah  insya-Allah  lebih  dekat  kepada  pertolongan  Allah  dan syafa'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah akan menyempurnakan setengah agama kita kalau kita menyegerakan menikah. Insya-Allah, kita akan mendapati pernikahan yang barakah. Sebuah pernikahan yang barakah akan menjadikan orang-orang yang ada di dalamnya tenteram dan saling memberi manfaat. Mereka akan memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari hidup yang sia-sia. Seorang pemalas akan menjadi rajin, seorang peragu akan memperoleh yakin, dan seorang yang bimbang akan memperoleh keteguhan.

Nikah adalah satu di antara tiga perkara yang sunnah untuk disegerakan. Allah akan melimpahkan ridha-Nya kepada orang yang menyegerakan nikah. Mereka yang menyegerakan nikah atau membantu orang untuk menyegerakan nikah, insya-Allah akan mendapati rahmat dan perlindungan Allah kelak di yaumil-hisab. Sebab, sesungguhnya perbuatan menyegerakan nikah merupakan perkara yang disunnahkan oleh Rasulullah. Dan setiap perkara yang disunnahkan, adalah tindakan yang diridhai dan dicintai Allah.

Wallahu A'lam bishawab.

Akan tetapi, di dalam setiap perbuatan, setan berusaha untuk menggelincirkan manusia. Jika orang tidak mau melakukan kemaksiatan, setan berusaha untuk menggelincirkan manusia dengan menampakkan apa-apa yang sepintas mirip dengan perkara yang disunnahkan.

Banyak contoh tentang ini. Agama menganjurkan kita  untuk syukur nikmat, mengabarkan dan menampak-nampakkan nikmat yang kita peroleh demi mengagungkan kemurahan Allah. Dan setan berusaha untuk menyimpangkan niat kita, sehingga kita menampak-nampakkan bukan dalam rangka syukur nikmat, tetapi dalam rangka  riya' dan  sum'ah. Jika riya' adalah tindakan yang dilakukan dengan harapan orang melihat kebaikan yang ada pada diri kita, sum'ah adalah tindakan agar orang mendengarkan keunggulan kita.

Kadang orang bersikap merendah karena tawadhu', tetapi orang bisa merendah dalam rangka meninggikan diri di hadapan orang lain. Yang pertama, adalah kemuliaan akhlak yang sering dianjurkan agama. Yang kedua, adalah rekayasa kesan agar tampak sebagai orang yang memiliki kedalaman pemahaman agama.

Masih banyak yang lain. Hanya saja, kita sering tidak tahu bahwa yang ada pada hati kita bukanlah sebagaimana yang diharapkan oleh agama. Bisa jadi, kita mampu menunjukkan argumentasi (hujjah) atas apa yang kita lakukan. Kita berargumentasi melalui kekuatan nalar dan lisan yang dikaruniakan kepada kita, akan tetapi hati kita mengingkari. Sayangnya, kita pun sering tidak tahu bahwa hati kita mengingkari disebabkan pekatnya penghalang mata hati kita untuk melihat beningnya kebenaran.
Perkara nikah juga demikian. Kita disunnahkan untuk menyegerakan pernikahan. Meskipun demikian, kita bisa jadi terjatuh pada tindakan tergesa-gesa. Bersegera, akan mendekatkan orang kepada saat menikah. Penantian yang telah melewati berpuluh-puluh  malam,  insya-Allah  segera  terbayarkan  dengan  akad  nikah  yang dalam waktu dekat akan terlaksana. Sementara itu,   tergesa-gesa bisa jadi justru menjadikan tibanya saat akad nikah harus melalui waktu yang lama.

Ada perbedaan yang jauh antara pernikahan yang disegerakan dengan pernikahan yang  dilaksanakan secara  tergesa-gesa. Waktu yang  dibutuhkan dari  peminangan sampai akad nikah bisa jadi sama. Tetapi, suasana yang terbawa dalam rumahtangga sangat berbeda.

Pernikahan yang disegerakan insya-Allah penuh barakah dan diridhai Allah. Di dalamnya, Allah mencurahkan perasaan sakinah kepada suami-istri tersebut. Bahkan, suasana sakinah juga terasakan oleh seisi rumah, sanak famili yang mengetahui, serta orangtua dari  keduanya, kecuali  bagi  mereka yang  sedang merasakan  kekeruhan dalam jiwanya.

Tapi, apakah sakinah itu? Wallahu A'lam. Sepanjang pengetahuan saya, sakinah adalah  ketenangan hati,  ketenteraman  jiwa,  dan  terbebasnya diri  dari  keinginan- keinginan yang dilarang, sebab sesuatu yang  dilarang akan menimbulkan kegelisahan dan kecemasan. Mereka juga tidak begitu terganggu oleh penilaian-penilaian sesaat dari masyarakat, sebab mereka menyandarkan penilaian kepada sumber yang jernih dalam soal-soal yang diatur dan mendasarkan pada kesepakatan dan kecintaan berdua dalam soal-soal yang dilapangkan (mubah) bagi kita. Mereka mungkin akan melakukan apa yang secara sosial diharapkan, tetapi itu bukan karena terdesak oleh tekanan  norma  sosial  semata.  Melainkan  menurut  pertimbangan  kemaslahatan. Mereka mungkin akan menolak apa yang diharapkan secara sosial, tetapi itu bukan karena ingin menentang tatanan. Tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berkenaan dengan madharat dan mafsadah.

Apa pengaruh sakinah bagi suami-istri yang baru memasuki jenjang pernikahan? Apakah makna sakinah dalam membina kehidupan berumahtangga, mendidik anak, dan  menetapkan  misi  setelah  mereka  mempunyai  anak  dari  pernikahan mereka? Sayang sekali kita tidak bisa membahas saat ini. Mudah-mudahan Allah  memberikan petunjuk, ilmu, dan kekuatan pada saya untuk membahasnya di waktu lain dalam kesempatan yang lebih baik. Saat ini, cukuplah saya katakan bahwa sakinah menguatkan ikatan perasaan antara suami dan istri dengan jalinan perasaan yang diliputi oleh kerinduan yang menenteramkan saat tidak bertemu dan ketenangan yang menyejukkan saat berjumpa. Sakinah menumbuhkan kelembutan dan keramahan dalam pergaulan mereka, termasuk dalam mendidik anak kelak, serta memunculkan optimisme dan kekuatan jiwa ketika menghadapi masalah sehingga mereka tidak lebih tua dari usianya.

Bagaimana suasana keluarga yang sakinah? Sayang sekali saya belum bisa menggambarkan. Hanya saja, diam-diam saya kadang terkesan ketika menjumpai hadis yang mengabarkan sebagian tandanya.
"Akan lebih sempurna ketakwaan seorang mukmin," kata Rasulullah Saw., "jika ia mempunyai seorang istri yang shalihah, jika diperintah suaminya ia patuh, jika dipandang   membuat   suaminya   merasa   senang,   jika    suaminya   bersumpah membuatnya merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga dirinya dan harta suaminya."

"Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki," kata Rasulullah Saw. menunjukkan, "adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu; kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang damai yang penuh kasih-sayang. Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya, juga tidak  membuatmu  merasa  aman  jika  kamu  pergi  karena  tidak  bisa  menjaga kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu lelah namun jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; dan rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya."

Kita cukupkan pembicaraan sekilas tentang sakinah. Kita kembali lagi kepada pembahasan  kita  mengenai  pernikahan  yang  disegerakan  dan  pernikahan  yang tergesa-gesa.

Jika pernikahan yang disegerakan lebih dekat kepada kemaslahatan dan barakah, maka pernikahan yang tergesa-gesa lebih dekat kepada kegersangan dan kekecewaan. Pernikahan yang tergesa-gesa mendatangkan penyesalan dan ketidakbahagiaan. Ia mendapati istrinya menyusahkan dan membuatnya cepat beruban sebelum waktunya (he hmm, tapi bukan cepat beruban karena minyak rambut).

Saya teringat kepada penghujung do'a Nabi Daud 'alaihissalam, "Ya Allah, ... Hindarkanlah saya dari anak-anak yang durhaka terhadap orangtuanya; harta yang jadi bencana bagi saya maupun orang lain; tetangga yang buruk sifatnya, yaitu jika melihat  kebaikan  pada  saya  difitnahnya  dan  jika  melihat  keburukan disebarluaskannya, dan  istri  yang  menyusahkan, membuat saya  beruban sebelum waktunya."

Jika pernikahan yang barakah membuat rumah terasa damai dan penuh kasih sayang, pernikahan yang  tidak  barakah mengakibatkan rumah terasa  sempit  dan orang tidak menemukan kedamaian di dalamnya. Ukuran fisiknya barangkali luas, bahkan jauh melebihi kebutuhan. Akan tetapi, tidak ada kelapangan di dalamnya. Betapa bedanya antara luas dan lapang.

Pernikahan yang barakah insya-Allah akan kita dapati ketika kita menyegerakan nikah. Tetapi, pernikahan yang dilakukan tergesa-gesa justru bisa melahirkan kehampaan, kecuali kalau Allah menolong kita mengambil jarak dari keadaan kita sendiri, melakukan introspeksi yang teliti dan berhati-hati dalam menilai masalah. Selanjutnya, mudah-mudahan kita  bisa  menjaga lisan  (hifdhul-lisan) dari  menga- takan apa-apa yang tidak baik di hadapan Allah dan manusia mengenai pasangan hidup kita, sekalipun dia tidak tahu. Sebab ungkapan kekesalan dan kekecewaan -- apalagi sampai menutupi kebaikan yang ada padanya-- bisa menjadi do'a yang pasti dikabulkan ketika ucapan itu keluar bersamaan dengan sa'atu-nailin, yaitu saat ketika ucapan menjadi do'a, dan do'a pada saat itu pasti terkabul.

Pembicaraan mengenai ini akan semakin panjang jika diteruskan. Cukuplah kita akhiri dengan berdo'a, mudah-mudahan Allah mengarunia kita dengan kemuliaan dan kebarakahan dalam keluarga kita. Semoga dari sana lahir keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat  laa ilaaha illaLlah. Keturunan yang hukma- shabiyya rabbi radhiyyah, yang memberikan kesejukan mata dan ketenteraman jiwa di dunia hingga kelak di hari kiamat.

Selanjutnya, mari kita lihat perbedaan antara menyegerakan dan tergesa-gesa. Kita akan membicarakan masalah ini melalui dua cara. Pertama, melalui tanda-tanda hati (mudah-mudahan Allah menjernihkan hati kita). Kedua, melalui perumpamaan yang dapat dipikirkan oleh akal.

Tanda-tanda Hati

"Orang yang mempunyai niat yang tulus," kata Imam Ja'far Ash-Shadiq, guru dari Imam Abu Hanifah, "adalah dia yang hatinya tenang, terbebas dari pemikiran mengenai hal-hal yang dilarang, berasal dari upaya membuat niatmu murni untuk Allah dalam segala perkara."

Pada hari ketika harta benda dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang suci. (QS 26: 88-90).

Kalau kita menyegerakan nikah karena niat yang jernih, insya-Allah hati kita akan merasakan sakinah, yaitu ketenangan jiwa saat menghadapi masalah-masalah yang harus diselesaikan. Kita merasa yakin, meskipun harapan dan kekhawatiran meliputi dada. Kita merasa tenang, meskipun ada sejumlah masalah yang membebani dan menyita perhatian.

Ketenangan dan beban masalah bukanlah dua hal yang bertentangan. Seperti seorang ibu yang telah memiliki kematangan, kedewasaan dan kasih sayang besar kepada anak serta pengharapan besar terhadap ridha Allah. Saat menghadapi persalinan, ia merasakan ketenangan hati dan keyakinan. Meskipun harus melewati perjuangan mendebarkan yang melelahkan secara fisik dan ketegangan psikis, namun ketegangan ini bukan sejenis perasaan tidak aman.

Lain halnya dengan tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan ditandai oleh perasaan tidak aman dan hati yang diliputi kecemasan yang memburu. Seperti berdiri di depan anjing galak yang tidak pernah kita kenal, ada perasaan ingin untuk cepat-cepat berlari pergi menjauhi tempat itu. Kalau berlari, takut dikejar dan terjatuh. Kalau tetap berdiri di dekatnya, tidak ada kepastian dan ada kekhawatiran jangan-jangan anjing itu menggigit.

Inilah gambaran sekilas. Kalau belum jelas, bertanyalah kepada hati nuranimu. Mintalah fatwa kepadanya.
Rasulullah Saw. bersabda,

"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya." (HR Ahmad).

Tanda-tanda Perumpamaan

Kalau suatu saat Anda naik motor dan menjumpai tikungan tajam, apa yang Anda lakukan? Apakah Anda akan segera membelokkan kemudi tanpa mengurangi kecepatan karena ingin cepat sampai? Atau, Anda mengurangi kecepatan sedikit, menelikung dengan miring, dan sesudah berbelok baru menambah kecepatan sedikit demi sedikit?

Jika Anda memilih yang pertama, sangat mungkin Anda terpental sendiri. Anda terjatuh, sehingga harus berhenti sejenak atau agak lama. Baru kemudian dapat meneruskan perjalanan.

Keinginan Anda untuk cepat sampai di tempat tujuan dengan tidak mengurangi kecepatan, apalagi justru dengan menambah kecepatan, tidak membuat Anda lebih cepat sampai dengan tenang, tenteram, dan aman. Bisa-bisa, kalau kecepatan Anda tetap  antara  sebelum  berbelok  dengan  saat-saat  berbelok,  Anda justru  terpental. Antara gaya sentrifugal dan gaya sentripetal, tidak seimbang.

Jika Anda memilih yang kedua, insya-Allah Anda akan dapat sampai lebih cepat. Awalnya  memang  mengurangi  kecepatan,   tapi   sesudah  betul-betul  memasuki tikungan dengan baik, Anda bisa menambah kecepatan. Jika Anda mengurangi kecepatan lebih banyak lagi, Anda bahkan dapat membelok tanpa harus memiringkan badan banyak-banyak.

Jalan yang lempang adalah tamsil dari masa melajang, masa ketika masih sendiri. Belokan adalah proses peralihan menuju status baru, menikah dan berumah tangga. Sedang jalan berikutnya yang dilalui setelah berbelok, adalah kehidupan keluarga setelah menikah.

Pilihan pertama adalah sikap tergesa-gesa untuk menikah, sedangkan pilihan yang kedua adalah menyegerakan.

Ada perumpamaan lain. Kita melihat perumpamaan yang dekat-dekat dengan kita. Kalau suatu saat Anda bikin kolak kacang hijau, ada beberapa bahan yang perlu Anda masukkan. Bahan yang paling pokok adalah kacang hijau dan   gula. Kalau Anda memasukkan gula bersamaan dengan kacang hijau, sesudah itu segera direbus, Anda akan mendapati kacang hijau itu tidak mau mekar. Anda tergesa-gesa. Kalau Anda memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar, Anda menyegerakan. Tetapi, kalau Anda lupa tidak segera memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar cu- kup lama, Anda akan kehilangan banyak zat gizi yang penting.  Sampai  di  sini,  saya  kira  cukup  pembahasan  mengenai  menyegerakan  dan tergesa-gesa. Mudah-mudahan Allah Ta'ala memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang  yang  menyegerakan, bukan  tergesa-gesa.  Semoga  Allah  menjadikan pernikahan kita barakah dan diridhai Allah.

Saya memohon perlindungan kepada Allah dari penjelasan yang tidak menambah kejelasan.  Mudah-mudahan apa  yang  kurang dalam  tulisan ini  menjadikan Anda berhati-hati. Mudah-mudahan apa yang terang, menjadikan Anda mempunyai keyakinan hati. Mantap dalam melangkah.


Segala Puji bagi Allah

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan banyak karunia. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir. Maha suci Allah dari segala persangkaan hamba-hamba-Nya. Maha Mulia Allah yang menurunkan hujan untuk mensucikan bumi dan menumbuhkan berbagai tanaman, baik yang berbuah, yang berbunga maupun yang berbuah sekaligus berbunga.

Saya bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kekuatan dan petunjuk kepada saya untuk menulis bab ini, sekaligus buku ini secara keseluruhan. Semoga menjadi do'a yang baik. Menjadi sunnah hasanah yang diridhai.



Catatan Kaki:
1."Ini  dinisbahkan  atas  nama  Nabi  yang  Nabi  sama  sekali  terbebas  dari mengucapkan yang  demikian. Ini  hadis  dha'if."  Kata  Ustadz  Abdul  Hakim Abdats, "Hadis ini mursal, tabi'in langsung menyandarkan kepada nama Nabi, jelas tidak membawa nama sahabat."


Dikutip dari buku Kado Pernikahan
karya Muhammad Fauzil Adhim

Segera tambah ilmu menikah dengan buku:


 

Kamis, 27 Maret 2014

Penantian

Ummul Mukminin 'Aisyah r.a. mengatakan:
"Pernikahan itu sangat sensitif dan tergantung kepada pribadi masing-masing untuk mendapatkan kemuliaannya."

Menikah adalah kesucian. Sangat besar kemuliaan di dalamnya. Sangat tinggi  kedudukannya dalam  Islam,  sehingga  Al-Qur'an  menyebutnya sebagai mitsaqan-ghaliza (perjanjian yang sangat berat). Hanya tiga kali
kata ini disebut, dua untuk perjanjian tauhid. Maka, pernikahan yang diridhai Allah akan dipenuhi oleh doa malaikat yang menjadi saksi pernikahan.

Ketika akad nikah terjadi, halal apa-apa yang sebelumnya diharamkan. Apa yang sebelumnya merupakan maksiat dan bahkan dosa besar, sejak saat itu telah menjadi kemuliaan, kehormatan dan besar sekali pahala di sisi Allah. Pernikahan telah mengubah pintu-pintu dosa dan kekejian menjadi jalan kemuliaan dan kesempurnaan manusia dalam beragama. Allah menyempurnakan setengah agama ketika seseorang melakukan pernikahan.

Namun demikian, sebelum akad ada proses. Selama proses inilah setan berusaha memanfaatkan momentumnya untuk menggoda dan merusak, sehingga pernikahan bergeser jauh dari makna dan tujuannya.

Proses menuju akad nikah banyak memberi pengaruh terhadap hubungan antara suami dan istri kelak setelah menikah. Demikian juga, hubungan antara dua keluarga, yaitu  keluarga  istri  dan  keluarga  suami,  banyak  dipengaruhi  oleh  proses  dari
peminangan hingga akad berlangsung. Persepsi dan penerimaan masing-masing anggota keluarga, banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan qalbiyyah (hati, ter- masuk niat) ketika proses sedang berlangsung. Oleh karena itu, setelah peminangan, yang perlu kita jaga adalah segala hal yang dapat merusak makna dan tujuan pernikahan, yang mungkin muncul selama proses berlangsung. Sebagian proses berjalan dengan mudah dan sederhana. Sebagian harus menempuh proses yang pelik dan  rumit.  Sebagian  berlangsung  cepat  dalam  waktu  singkat,  sebagian  harus menunggu dalam waktu yang cukup lama.

Proses  pernikahan manakah  yang  terbaik?  Yang  terbaik  adalah  yang  paling maslahat dan barakah, serta jauh dari mafsadah (kerusakan) dan bibit-bibit kekecewaan yang menjauhkan orang dari rasa syukur. Proses pernikahan yang mendatangkan maslahat dan barakah bisa jadi berlangsung dengan mudah, bisa pula berlangsung melalui jalan yang pelik. Allah Maha Tahu apa yang paling maslahat bagi Anda. Ketika hujan lebat sedang turun dan petir menggelegar sambut- menyambut, kalau Anda tidak berhati-hati, bisa tersambar oleh petir yang nyasar. Kalau Anda menjaga diri, istiqamah,  dan tawakal, insya-Allah Anda akan mendapati hujan sebagai pensucian bumi hati Anda. Sedang petir membawa muatan listrik yang menerangi.

Sesungguhnya, sepanjang yang saya ketahui, salah satu pandangan Islam tentang pernikahan adalah sederhana dalam proses dan sederhana dalam pelaksanaan. Anda harus memperhatikan keadaan hati Anda ketika akan melaksanakan. Sebab, di sinilah setan berusaha untuk menyimpangkan niat dan tujuan Anda. Islam menganjurkan kita untuk menyegerakan menikah, tetapi setan bisa mengambil bentuk yang mirip ketika kita tidak mau menunda-nunda tanpa alasan. Setan mengarahkan kita untuk bersikap tergesa-gesa. Khusus pembahasan mengenai menyegerakan dan tergesa-gesa, insya- Allah akan kita bicarakan pada bab berikutnya, Antara Menyegerakan dan Tergesa- gesa.

---

Kita seringkali tidak bisa membedakan, apakah kita melakukan sesuatu
karena persangkaan kita yang baik kepada Allah ataukah justru karena persangkaan kita
yang kurang tepat kepada-Nya.

---


Setan berusaha untuk merebut masa sebelum menikah, masa yang sangat rawan. Masa ini bisa menyesatkan manusia jika tidak berhati-hati. Dengan demikian boleh jadi ia mendapati pernikahannya kelak tidak sebagaimana harapannya, meskipun -- barangkali-- pasangan hidupnya sudah berperilaku yang sesuai dengan tuntunan Islam
dan bahkan melakukan kebajikan-kebajikan dalam rumah tangga. Na'udzubillahi min dzalik. Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang demikian.

Ada dua hal yang perlu kita jaga sejak berangkat meminang (atau, sejak datangnya pinangan bagi seorang gadis) sampai dengan pelaksanaan akad-nikah. Pertama, menyangkut persangkaan kita kepada Allah. Ini yang paling rawan. Kedua, persangkaan dan persepsi kita terhadap pernikahan dan calon pasangan hidup kita. Masalah kedua ini, banyak kaitannya dengan masalah pertama. Jika masalah yang pertama tidak baik, masalah yang kedua sangat mungkin untuk ikut tidak baik.




Persangkaan Kepada Allah

Orang yang tampak bersungguh-sungguh ketika berdoa, bisa jadi karena keyakinannya bahwa Allah itu dekat. Allah Maha Mendengar doa orang-orang yang berpengharapan  kepada-Nya.  Ia  yakin  bahwa  Allah  memperhatikan  orang  yang datang kepada-Nya untuk mengadukan keluh-kesahnya atau memohon pertolongan- Nya. Karena kemuliaan-Nya, maka adalah kelayakan bagi manusia untuk berdoa secara sungguh-sungguh sekaligus berhati-hati agar terjauh dari berdoa yang tidak layak, sekalipun Allah Sangat Luas Pemberian-Nya.

Meskipun demikian, bisa jadi orang tampak sangat bersungguh-sungguh ketika berdoa, sampai wajahnya berkerut-kerut dan ekspresinya berubah, justru karena ketidakyakinannya. Ia mengkhusyuk-khusyukkan diri ketika berdoa, justru karena keyakinannya yang tipis bahwa Allah Maha Mengabulkan doa orang-orang yang berpengharapan kepada-Nya. Ia menyangatkan diri ketika memohon kepada Allah karena  khawatir keinginannya tidak  tercapai,  padahal ia  tahu  Allah  Maha  Besar Kekuasaan-Nya.

Sungguh, sangat jauh perbedaan antara kesungguhan doa orang yang yakin dan kesungguhan orang yang berdoa justru karena kurang yakin terhadap kemurahan Allah. Orang yang sangat besar keyakinannya kepada Allah ketika berdoa bisa jadi sampai menangis, mengingat-ingat besarnya karunia Allah dan kecilnya amanah yang sudah  ia  tunaikan.  Orang  yang  berdoa  karena  kurngnya  keyakinan,  juga  bisa menangis. Tetapi jauh sekali perbedaannya. Dan berbeda sekali persangkaannya kepada Allah. Padahal, Allah Swt. berfirman dalam sebuah hadis Qudsi:

"Aku   menuruti   persangkaan   hamba-Ku   kepada-Ku."  (HR   Bukhari   dan
Muslim).

Kita seringkali tidak bisa membedakan, apakah kita melakukan sesuatu karena persangkaan kita  yang baik kepada Allah ataukah karena persangkaan kita  yang kurang tepat kepada Allah Azza wa Jalla. Kita sering tidak bisa membedakan, kecuali setelah mengambil jarak dari masalah itu dengan pertolongan Allah. Dan datangnya pertolongan Allah, adakalanya sesuai dengan persangkaan kita mengenai pertolongan, bisa  pula  sebaliknya,  justru  nampak  berkebalikan  dengan  apa  yang  kita  anggap sebagai cara menolong. Sungguh, rugi orang yang menyangka pertolongan Allah
sebagai pengabaian-Nya. Semoga kita terhindar dari prasangka yang tidak diridhai- Nya.

Pernikahan adalah salah satu amanah Allah bagi manusia yang beriman kepada- Nya.  Pernikahan  adalah  ketundukan  kita  kepada-Nya,  sekalipun  Allah  memberi tempat  kepada  perasaan-perasaan manusiawi. Justru,  Allah-lah yang  memberikan perasaan-perasaan dan dorongan itu kepada manusia. Sementara itu, setan berusaha untuk memanfaatkan momentum menjelang nikah, selama proses menuju pernikahan, justru untuk mengangkuhkan diri seolah Allah tidak memperhatikan. Padahal tidak ada yang bisa disembunyikan dari pengetahuan dan "penglihatan" Allah.

Pernikahan  adalah  amanah  Allah.  Dan  Allah  tidak  pernah  zalim  kepada makhluk-Nya. Tidak pernah Allah memberikan amanah kepada manusia, kecuali Ia akan memberikan sarana untuk memenuhi amanah. Allah tidak pernah zalim. Maha Suci Allah dari kezaliman.

Setiap amanah telah dicukupi dengan sarana yang dengan itu orang bisa melaksanakan amanah-Nya, dalam hal ini melaksanakan pernikahan. Walaupun demikian,  manusia  sering  melakukan  kezaliman  kepada  dirinya  sendiri  maupun kepada Allah dengan prasangka-prasangka buruk kepada-Nya. Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya yang luas ampunan dan kasih sayang-Nya.

Astaghfirullahal'adzim. Laa ilaaha illa  Anta, subhanaka innii  kuntu minazh- zhalimin.

Masya Allah. Manusia seringkali tergesa-gesa dan penuh keluh-kesah karena dangkalnya ilmu dan pendeknya jangkauan akalnya terhadap rahmat Allah. Ketika membutuhkan gerimis untuk mendinginkan bumi hatinya, ia mengeluh dan kadang bahkan cepat memberikan penilaian yang salah ketika Allah mengirimkan mendung. Padahal, mendung yang tebal itu membawa muatan air yang melimpah, lebih dari sekedar yang ia butuhkan. Ketika ia tidak melihat mendung, dan hanya merasakan teriknya matahari, ia lupa bahwa matahari pun adalah rahmat. Berkait dengan keinginannya, matahari mempercepat penguapan air laut menjadi awan yang selanjutnya akan menjadi hujan. Tetapi manusia sangat pendek jangkauan akalnya, tergesa-gesa dan mudah mengeluh.

Semoga Allah mengampuni kezaliman kita dan menggantikan dengan hati yang bersyukur.

Masalah-masalah berkenaan dengan prasangka yang kurang baik terhadap Allah, tidak  hanya  ketika  berhadapan dengan apa  yang  oleh  anggapan lahiriah  sebagai kesulitan. Keadaan-keadaan yang dirasa mudah, juga perlu dijaga agar kemudahan yang diberikan oleh Allah tidak menjatuhkan kita ke dalam keadaan "mengabaikan" rahmat Allah. Seolah-olah, kitalah yang menyebabkan kemudahan. Manusia memang rawan terhadap sikap takabur, menyombongkan diri di hadapan orang lain dan di hadapan dirinya sendiri.

Mudah-mudahan kita bisa menjaga persoalan-persoalan qalbiyyah selama proses menuju pernikahan berlangsung. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menyelamatkan
kita dari urusan hati yang menjerumuskan. Semoga Allah mensucikan niat kita dalam melangkah ke jenjang pernikahan. Saya sangat mengharap kepada Allah niat terbaik saat melangsungkan akad-nikah. Mudah-mudahan Allah menjadikan pernikahan kita barakah  dan  diridhai  Allah  hingga  kelak  kita  menghadap-Nya  di  yaumil-akhir. Mudah-mudahan Allah Swt. mengaruniai kita keturunan yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat  laa ilaaha illaLlah.

Inilah yang kita perlu jaga. Kita perlu menata hati ketika menjalani urusan- urusan selama proses berlangsung, termasuk ketika nanti mengadakan walimah. Mudah-mudahan kebersahajaannya maupun kemeriahannya, kita laksanakan di atas niat serta jalan yang diridhai Allah. Semoga barakah dunia akhirat. Allahumma amin.

Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.




Persangkaan dan Persepsi Terhadap Calon

Proses pernikahan ada yang berlangsung cepat, ada yang membutuhkan waktu lama. Mengenai waktu yang dibutuhkan selama proses, saya teringat kepada doa keluar rumah yang artinya, "Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan jadikanlah barakah apa yang telah Engkau takdirkan. Sehingga, tidak kepingin aku untuk menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan menunda apa yang Engkau segerakan."

Ada satu catatan. Pernikahan termasuk salah satu dari tiga perkara yang dianjurkan untuk disegerakan. Jika tidak ada hal yang merintangi, mempercepatnya adalah lebih baik. Mempercepat proses pernikahan termasuk salah satu kebaikan dan lebih dekat dengan kemaslahatan, barakah, dan ridha Allah. Insya-Allah, pertolongan Allah sangat dekat. Apa-apa yang menghalangi langkah untuk menyegerakan, akan dimudahkan dan dilapangkan. Sesungguhnya Allah tidak zalim   terhadap apa-apa yang  diserukan-Nya.  Allah  tidak  zalim  terhadap  hamba-Nya,  betapa  pun  Allah Mutlak Kekuasaan-Nya. Kitalah yang sering zalim kepada Allah.

Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-zhalimin. Rabbana zhalamna anfusana waillam taghfirlana lanaa kuunanna minal khosirin.

Ya Allah, ampunilah hamba atas kezaliman hamba sendiri.

Mempercepat  proses  pernikahan  adalah  lebih  baik,  tetapi  hendaknya  tidak terjatuh pada sikap tergesa-gesa. Selama proses berlangsung, kita membutuhkan informasi dan pembicaraan berkaitan dengan rencana pernikahan. Adakalanya, kita mendapatkan informasi mengenai beberapa hal dari keluarga calon, perantara, atau orang lain. Adakalanya, kita mendapatkan keterangan tentang beberapa hal dari calon pendamping secara langsung.

Selama masa ini kita sangat peka terhadap berbagai informasi yang kita terima, disebabkan   oleh   besarnya   harapan   untuk   menyegerakan   ataupun   besarnya
kekhawatiran. Bisa juga oleh sebab-sebab lain yang bersifat qalbiyyah (hati). Kadang- kadang, orang mengalami deprivasi (kebutuhan yang sangat, seperti orang yang lapar) yang menyebabkannya menjadi lebih peka terhadap jenis-jenis informasi tertentu. Pada saat Anda sedang mengalami deprivasi makanan, Anda akan cepat mengira orang yang sedang memukul-mukulkan besi kecil sebagai penjual nasi goreng sedang lewat.

Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitif. Apa yang berlangsung selama masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua manusia itu kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan dengan pelaksanaan akad,  hingga  detik-detik akadnya, bisa  menjernihkan niat-niat  yang  masih  keruh sehingga  pada  saat  keduanya  melakukan  shalat  berjama'ah  segera  setelah  akad, mereka banyak beristighfar, memohon pertolongan Allah untuk melimpahkan kebarakahan dan menjauhkan dari keburukan, serta merasakan syukur yang dalam karena telah terhindar dari ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa juga mengeruhkan niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama. Padahal manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang diniatkan.

Pada masa ini, di antara sekian banyak hal yang mungkin harus diselesaikan, masalah lisan adalah yang paling peka dan paling rawan. Sebab, masalah memperlakukan lisan ini mempengaruhi keseluruhan masalah lain, termasuk dalam hubungan suami-istri setelah menikah. Bahkan termasuk bagaimana menghayati hubungan intim suami-istri. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim. Saya mohon perlindungan Allah dari kekejian lisan saya sendiri.

Ada dua hal yang perlu dijaga dalam memperlakukan lisan selama proses berlangsung (juga sesudahnya). Pertama, menjaga lidah dalam mengucapkan kata- kata (hifdhul-lisan). Kedua, menjaga persepsi kita terhadap apa yang kita dengar dari lisan orang lain.

Ada dua bagian manusia yang dapat menjaminkan surga atau menjerumuskan ke neraka, yaitu lisan dan kemaluan. Nikah adalah proses menjaga kesucian kemaluan kita dari tindakan yang tidak diridhai Allah (mudah-mudahan kita termasuk orang yang menikah demi menjaga kesucian farji). Melalui nikah, apa yang sebelumnya merupakan dosa besar, menjadi ibadah yang dimuliakan. Nikah adalah kesucian. Tetapi, lisan dapat menjadikannya keruh.

Dari Sahl bin Sa'd As-Sa'di r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

"Barangsiapa yang menjamin kepadaku akan menjaga apa yang ada di antara kedua  rahangnya  (mulut)  dan  apa  yang  ada  di  antara  kedua  kaki  pahanya (kemaluan) niscaya aku menjamin surga untuknya." (HR Bukhari).

Suatu ketika Uqbah bin Amir r.a. bertanya, "Ya Rasulullah, apakah keselamatan
itu?"



Beliau menjawab, "Tahanlah lisanmu, kerasanlah di rumahmu, dan tangisilah
dosamu." (HR Tirmidzi).
Saya tidak bisa menjelaskan bab ini lebih lanjut. Cukuplah saya akhiri bab ini dengan beberapa hadis. Mudah-mudahan Allah Swt. mengampuni kesalahan- kesalahan niat  dalam  menikah disebabkan oleh  ketidaktahuan kita,  dan meluruskannya dengan  menyemayamkan niat  terbaik  yang  diridhai-Nya. Mudah- mudahan kelak kita akan mendapati pernikahan kita dan keturunan kita seluruhnya barakah dan diridhai Allah 'Azza wa Jalla. Allahumma amin.

Al-Maqdisi mengetengahkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Berikan  penafsiran  terbaik  tentang  apa  yang  engkau  dengar,  dan  apa  yang diucapkan saudaramu, sampai  engkau  menghabiskan semua  kemungkinan dalam arah itu."

Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai hadis, "Jika engkau mendengar sesuatu yang mungkin diucapkan oleh saudaramu, berikan interpretasi yang terbaik sampai engkau tidak dapat menemukan alasan untuk melakukannya."

Menanggapi  pertanyaan  tersebut,  Imam  berkata,  "Carilah  alasan  untuknya dengan mengatakan mungkin dia berkata begini, atau mungkin maksudnya begini."

Tabayyun (meminta penjelasan) adalah bentuk lain upaya untuk mendapatkan interpretasi sesuai dengan yang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya. Bisa jadi kita mendengar langsung dengan orang yang berbicara, tetapi kita menangkapnya tidak sebagaimana dimaksud. Di sinilah tabayyun (mengecek kebenaran informasi) diperlukan.

Rasulullah Saw. juga diriwayatkan pernah bersabda,

"Janganlah salah satu di antara kamu sekalian ber-imma'ah, yang jika orang lain baik maka engkau baik, dan jika mereka jelek maka engkau ikut jelek pula. Akan tetapi hendaklah engkau tetap konsisten terhadap (keputusan) dirimu. Jika orang- orang baik, maka engkau juga baik, dan jika mereka jelek, hendaklah engkau menjauhinya keburukan-keburukan mereka." (HR Tirmidzi).

Apakah imma'ah itu?  Kita  minta Muhammad Hashim Kamali, seorang guru besar ilmu fiqih pada International Islamic University, Malaysia, untuk menjelaskan. Menurut Muhammad Hashim Kamali, imma'ah adalah, "Memuji atau mencela orang lain tanpa alasan, tetapi semata-mata karena dia melihat orang lain melakukan hal itu."

Kita imma'ah ketika kita dengan cepat menyimpulkan ucapan orang lain hanya dari mendengar selintas. Kita juga imma'ah kalau kita segera memberikan pujian karena   mendengar   kabar   sekedarnya   mengenai   dia.   Apalagi   kalau   sampai menjatuhkan kesimpulan dengan sangat yakin tentang seseorang hanya dari rumor -- entah, apakah masih termasuk imma'ah atau bukan.

Alhasil, dengan kriteria seperti itu, rasanya hampir setiap hari kita terperosok ke dalam imma'ah. Kadang-kadang tersadar sesudah lewat, tetapi melakukan kesalahan lagi beberapa menit sesudah sadar.
Saya mohon ampunan kepada Allah atas berbagai perbuatan imma'ah yang saya lakukan karena ketidaktahuan saya atau karena kecerobohan saya. Saya meminta maaf kepada Anda jika saya pernah gegabah menyimpulkan ucapan Anda, padahal saya belum memeriksanya.

Apapun, kita mengharap pertolongan Allah semoga kemudahan dalam proses menumbuhkan kehangatan dan keakraban setelah menikah. Adapun kesulitan dalam proses, melahirkan kesetiaan, kedalaman cinta, dan kelurusan niat setelah melaksanakan akad nikah. Bagi mereka ketenteraman, mawaddah wa rahmah hingga hari kiamat kelak. Allahumma amin.

Rahmat Allah datang dalam berbagai bentuk.

Di kutip dari buku kado pernikahan untuk istriku
karya Muhammad Fauzil Adhim

Dapatkan ilmu sebelum menikah di buku Barakallahu Laka



Senin, 03 Maret 2014

Mencari informasi tentang calon Kita dan Perantara

Suatu ketika, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab r.a. ingin menilai seorang laki-laki yang datang kepada beliau memohon agar diberi jabatan dalam pemerintahan. Umar r.a. berkata kepadanya, "Bawa orang yang mengenalmu ke sini!"
Lelaki itu pulang dan kembali membawa seorang teman. Lalu Umar r.a. bertanya kepada orang itu, "Apakah kau kenal orang ini?"
"Ya."
"Apakah  kau  tetangganya,  dan  tahu  keadaan  yang  sebenarnya?"  Umar  r.a. bertanya.
"Tidak," kata orang itu.
"Apakah kau pernah menemaninya dalam perjalanan, sehingga kau tahu pasti perangai dan akhlaknya..."
"Tidak."
"Apakah kau pernah berhubungan masalah uang dengan orang itu, sehingga kau tahu bahwa dia sangat takut memakan barang yang haram?"
"Tidak".
"Apakah kau hanya mengenalnya di masjid ketika dia berdiri dan duduk di masjid?"
"Ya".
"Enyahlah kau dari sini. Kau tidak mengenalnya...!"
Lalu Umar r.a. menoleh kepada laki-laki yang datang kepadanya itu dan berkata,
"Bawa lagi orang yang benar-benar mengenalmu ke sini."
Dalam riwayat lain dikatakan, ada seseorang berkata kepada Amirul Mukminin Umar r.a. bahwa di fulan itu seorang yang jujur. Maka Amirul Mukminin bertanya, "Apakah kau pernah menempuh perjalanan bersamanya?"
"Tidak".
"Apakah  pernah  terjadi  permusuhan  antara  kau  dan  dia?"  tanya  Umar  bin
Khaththab. "Tidak."
"Apakah kau pernah memberinya amanat?" "Tidak."
"Kalau  begitu,"  kata  Umar  r.a.,  "kau  tidak  mengenalnya  selain  melihatnya
mengangkat dan menundukkan kepalanya di masjid."

Kisah percakapan Umar bin Khaththab ini saya angkat dari buku Memilih Jodoh dan Tatacara Meminang dalam Islam (GIP, 1995) karya Husein Muhammad Yusuf ketika membicarakan tema cara memilih suami yang baik.

Dalam dua riwayat tersebut, Umar memeriksa apakah orang yang dihadapkan kepadanya memenuhi syarat untuk menjadi sumber informasi mengenai seseorang. Dalam proses pernikahan, pihak calon pengantin perempuan seringkali membutuhkan sumber informasi. Kadang, sumber informasi ini sekaligus menjadi perantara (comblang) yang mengusahakan pertemuan dua pihak menjadi satu keluarga. Sering juga, calon pengantin membutuhkan informasi dari berbagai sumber informasi di luar perantara.

Selama proses menuju pernikahan, orang membutuhkan sumber informasi. Pertama, untuk memperoleh keterangan mengenai aspek-aspek pribadi calon suami/istri. Kedua, orang yang membutuhkan sumber informasi, bisa untuk memperoleh   keterangan   tentang   persoalan-persoalan   temporer    (sesaat)   dan situasional. Tentang persoalan kedua ini, insya-Allah kita akan membahasnya pada bab berikutnya Selama Proses Berlangsung, segera setelah bab ini selesai.

Memperantarai dua orang untuk menikah mendapat kedudukan mulia  dalam Islam. Membantu dua orang yang berkeinginan untuk menikah, sehingga Allah mempertemukan mereka sebagai suami istri yang sah di hadapan Allah, insya-Allah lebih  dekat  kepada  ridha  Allah.  Ada  berbagai  keterangan  mengenai  keutamaan menjadi perantara nikah, insya-Allah termasuk menjadi sumber informasi bagi me- reka yang mau menikah. Tetapi bukan bagian saya untuk membahas masalah ini, mengingat belum adanya ilmu pada saya tentang ini. Selain itu, saya belum tepat untuk membicarakan masalah ini. Wallahu A'lam bishawab wastaghfirullahal 'adzim.

Cukuplah saya kutipkan nasehat Sayyidinina 'Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu. Beliau mengatakan, "Sebaik-baik syafaat adalah memperantarai dua orang untuk menikah, di mana dengan itu Allah mengumpulkan mereka berdua."

Selanjutnya, saya ingin membahas beberapa hal penting bagi mereka yang meniatkan  diri  untuk  memperantarai  pernikahan.  Demikian  juga  bagi  sumber informasi   yang   dimintai   keterangan   oleh   salah   satu   pihak   calon   pengantin. Pembahasan ini saya harapkan juga bisa bermanfaat bagi mereka yang akan menikah,
sehingga mereka memperoleh maslahat dan barakah yang besar dalam pernikahan. Mudah-mudahan Allah 'Azza wa Jalla memberi petunjuk kepada saya tentang ini, memperjalankan saya dengan kekuasaan-Nya untuk menepati petunjuk-Nya, dan menjauhkan saya dari kekeliruan-kekeliruan saya sendiri.


Pertama,
Memberi Informasi Objektif

Perantara maupun sumber informasi seyogyanya memberikan informasi yang objektif. Ia memberi keterangan yang bersifat informatif sehingga dapat bermanfaat bagi calon pengantin maupun keluarganya untuk menilai calon pasangannya.

Adakalanya,   sebagian   informasi   tidak   informatif,   tidak   bernilai   sebagai informasi. Justru, kadang malah menimbulkan penilaian (persepsi) yang salah tentang calonnya. Tidak informatifnya keterangan yang diberikan, kadang karena kurangnya deskripsi (penggambaran) mengenai informasi yang abstrak.

Kalau Anda mengatakan "dia  wanita yang baik" ketika  ada  seseorang yang memiliki "maksud" bertanya, maka perlu Anda tunjukkan perilaku-perilaku dan sikap yang membuat Anda menyimpulkan dia sebagai wanita yang baik. Tanpa penjelasan, peminang bisa salah persepsi sehingga ia menemui kekecewaan-kekecewaan yang beruntun  setelah  menikah.  Padahal,  andaikata  ia  memperoleh  keterangan  yang objektif dan informatif, insya-Allah dia justru mendapati istrinya sebagai wanita yang menyejukkan, sekalipun ada kekurangan-kekurangan.

Kedua,
Tidak Persuasif

Kita sebaiknya tidak memberi keterangan yang bersifat persuasif (membujuk). Keterangan yang persuasif, apalagi jika sengaja mempersuasi agar kedua orang itu berhasil  dipertemukan,  dapat  memunculkan  kondisi  psikis  yang  tidak menguntungkan.

Pertama, informasi persuasif (bersifat membujuk, promosi) dapat memunculkan harapan (atau malah angan-angan) yang terlalu tinggi mengenai calonnya. Ini menjadikannya kurang peka terhadap kebaikan-kebaikan pasangannya kelak setelah menikah, karena secara  tak  sadar selalu  membandingkan dengan harapan semula sebelum menikah. Ia lebih peka terhadap kekurangan, meskipun sedikit, sementara kebaikannya sebenarnya banyak.

Keadaan ini mudah menimbulkan kekecewaan atau bahkan kecenderungan untuk melakukan penolakan psikis terhadap pasangannya. Padahal, semakin tidak bisa mensyukuri kebaikan pasangannya, semakin besar penderitaan psikisnya. Sementara
untuk mengambil jarak dari masalah, lebih sulit karena sudah mengalami distorsi kognitif.

Sebagian informasi persuasif ini berasal dari buku-buku yang lebih banyak menjanjikan keindahan yang akan didapatkan ketika menikah, tetapi kurang banyak membahas pada bagaimana keduanya harus memperjuangkan keluarganya. Ketiadaan misi dan lebih banyak persuasi, menumbuhkan harapan yang tidak seimbang.

Kedua, informasi yang persuasif mengarahkan harapan orang tentang keindahan- keindahan yang akan diberikan pasangan hidupnya. Bukan apa yang kelak perlu ia lakukan kepada pasangannya. Ini menjadikannya mudah merasa kurang terhadap apa yang telah diberikan oleh pasangannya. Bahkan, ketika pasangannya telah banyak memberikan keindahan-keindahan, kehangatan dan penghormatan, ia tidak merasakannya  sebagai  kebaikan  yang  layak  disyukuri.  Ia  menerimanya  sebagai sekedar kewajaran yang  memang sudah seharusnya ia  terima.  Tuntutan terhadap pasangan lebih mudah muncul dalam dirinya. Susahnya, tuntutan itu sering tidak dinyatakannya karena  ia  merasa  bahwa  mengenai  hal  itu  "seharusnya dia  sudah mengerti".

K.H. Jalaluddin Rakhmat menceritakan, bila sepasang suami-isteri saling mencintai, lama kelamaan wajahnya akan saling mirip satu dengan yang lain. Terjadi perubahan fisiologis di antara mereka. Ini disebabkan oleh perubahan psikologis. Karena itu, kata Kang Jalal, mulailah dari perubahan akhlak, nanti fisik mengikuti.

Wallahu A'lam. Tetapi ada yang patut dicatat dari cerita Kang Jalal. Suami-istri yang saling mencintai akan saling menemukan kesamaan-kesamaan. Kalau mereka menjumpai perbedaan, insya-Allah mereka akan berusaha mempersamakan atau menoleransi perbedaan. Ada sebuah keluarga yang setiap membuat sayur, harus selalu dipisahkan dua ketika suami di rumah. Istrinya suka masakan yang manis, sedang suaminya suka asin. Tetapi keduanya hidup harmonis.

Tetapi ketika harapan terhadap pasangan terlalu tinggi, ia akan peka terhadap perbedaan-perbedaan. Sementara perbedaan yang ada melahirkan kesenjangan psikis maupun komunikasi.

Sesungguhnya, kalau kita selalu mencari perbedaan pada diri pasangan sebagai kekurangan, maka tidak ada orang yang sama persis dengan kita kecuali dengan diri kita sendiri. Tetapi, kalau kita mencari kesamaan-kesamaan sebagai kebaikan atau untuk introspeksi, insya-Allah kita akan menjumpai kesamaan pada pasangan kita sebanyak yang kita cari. Wallahua'lam wallahul musta'an.

Ketiga, orang justru menjadi takut menikah karena membandingkan persepsinya (penilaiannya) mengenai calon dengan keadaan dirinya. Seorang ikhwan bisa bisa merasa minder dan "ngeri", karena menganggap akhwat yang ia harapkan terlalu tinggi derajatnya dan "hampir-hampir mencapai kesempurnaan". Alhasil, ia  tidak berani meminang atau menerima pinangan justru karena pengaruh informasi yang persuasif. Padahal, keadaan yang sesungguhnya tidak demikian.
Dalam kasus ini, informasi persuasif justru bisa mendekatkan kepada madharat.
Allahua'lam wastaghfirullahal 'adzim.

Ketiga,
Memberi Informasi Menurut Apa yang Diketahui

Nilai keutamaan orang yang memperantarai pernikahan atau pun yang menjadi sumber informasi, insya-Allah terletak pada usaha untuk memberi keterangan yang tepat. Bukan pada banyaknya informasi yang dapat ia sampaikan. Seyogyanya, kita menjauhkan diri dari memberi informasi yang bersifat qila wa qila (katanya sih katanya, kononnya konon). Informasi mengenai hal-hal fisik, seharusnya ia ketahui dari melihat langsung.

Bagi Anda yang ingin mengetahui keadaan fisik calon, masalah ini perlu mendapat perhatian. Wajah dan  telapak  tangan,  dapat  Anda  lihat  sendiri. Tetapi mengenai bagian  fisik  lainnya,  Anda  perlu  meminta  orang  lain  jika  Anda  ingin mengetahuinya. Contoh terbaik dalam hal ini adalah Rasulullah Saw.

Imam Ahmad, Imam Thabrani, Imam Hakim, dan Imam Baihaqi pernah meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik r.a. Suatu ketika, Rasulullah Saw. pernah mengutus Ummu Sulaim r.a. kepada seorang wanita (yang akan dilamar). Rasulullah mengatakan, "Perhatikanlah urat di atas tumitnya dan ciumlah bau lehernya."

Dalam riwayat lain  disebutkan, Rasulullah Saw. berkata, "Ciumlah bau gigi
(depannya) di sepanjang lebar mulutnya."

Keempat,
Lebih Melihat Pada Usaha

Memperantarai dua orang untuk menikah, menurut Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu merupakan sebaik-baik syafaat. Nilai usaha orang yang memperantarai, insya-Allah terletak pada kesungguhannya dalam mengusahakan. Berhasil atau tidak, baginya pahala orang menikahkan dua orang saudara sesama Muslim.

Karena itu,  seorang perantara hendaknya lebih  memperhatikan kemaslahatan dalam mengusahakan, bukan berorientasi pada keberhasilan mempertemukan. Kegagalan mempertemukan insya-Allah bukan keburukan, jika Anda mengusahakan pada kemaslahatan. Kesudahan bagi keduanya insya-Allah baik.

Sebaliknya, keberhasilan mempertemukan tetapi kurang memperhatikan kemaslahatan-kemaslahatan, terma-suk dalam memberi informasi, bisa justru menghasilkan madharat. Mudah-mudahan Allah Swt. memasukkan kita  ke dalam
golongan orang-orang yang selamat dan bahagia. Bukan golongan orang-orang yang tersesat dan menderita.

Kelima,
Moderat dan Tidak Menyudutkan

Adakalanya orang yang diperantarai menghadapi beberapa pilihan. Menentukan pilihan untuk masalah yang menyangkut kehidupan selama  di  dunia dan sampai akhirat ini, bukan perkara mudah. Butuh kejernihan agar tidak terombang-ambing oleh desakan hawa nafsu yang jahat. Butuh kejernihan, agar hati semakin berih dan lurus ketika mengambil keputusan. Tidak justru merusak niat. Padahal, niat adalah masalah mendasar dalam mengambil keputusan.

Seorang perantara yang menjumpai keadaan seperti ini,  hendaknya berusaha untuk  bersikap  moderat.  Sikap  moderat  (al-wasthiyyah)  insya-Allah  lebih  dekat kepada kemaslahatan dan ridha Allah. Sekalipun ia berdiri untuk memperantarai salah satu  orang  yang  sedang  dipertimban-kan,  ia  sebaiknya  bersikap  netral. Kecenderungan hati barangkali sulit dihapuskan. Tetapi, insya-Allah akan baik kalau ia mencoba memilih berdiri di tengah-tengah dalam ucapan. Ini akan membuahkan ketenangan. Dan ketenangan lebih dekat kepada kejernihan.

Adakalanya sebagian orang bersikap kurang moderat. Ia cenderung mengarahkan pikiran orang yang diperantarai, sekalipun barangkali tidak disadari. Kadang-kadang bahkan mengarahkan kepada "sikap negatif" yang memojokkan, sehingga orang yang diperantarai merasa tertekan. Merasa berada pada situasi yang riskan. Atau, menyebabkan orang yang diperantarai tertekan secara  emosional. Padahal, dalam saat-saat seperti itu, yang ia butuhkan adalah kejernihan dan ketenangan agar lebih dekat kepada tawakal dan ridha Allah. Pada saat-saat seperti ini orang yang hendak menikah sangat perlu menjaga prasangka dan keyakinannya terhadap Allah Swt.

Moderat lebih dekat dengan keseimbangan. Saya pernah mendengar seorang perantara memberikan pertanyaan yang bernada memojokkan, "Apa sudah ada tanda- tanda penolakan dari pihak sana?"

Pertanyaan yang semacam ini juga termasuk tidak netral dan bisa menyebabkan ketidakamanan secara  emosional,  "Bagaimana,  apa  sudah  ada  kecenderungan ke pihak yang di sini? Barangkali sudah ada kepastian kalau tidak jadi."

Pertanyaan-pertanyaan sejenis, juga keterangan-keterangan lain yang tidak berimbang,   membawa   orang   yang   diperantarai   kepada   situasi   yang   tidak mengenakkan emosi. Keputusan yang hampir jadi sesuai yang dikehendaki perantara, bisa justru mentah kembali karena pertanyaan atau pun pernyataan yang menyudutkan secara emosional.
Saya ingat kisah Sayyidina 'Ali karamallahu wajhahu. Semua musuhnya tahu kalau Sayyidina 'Ali sudah mengangkat pedang, sulit mengelak dari tebasannya ketika berhadapan di medan peperangan.

Suatu ketika, seorang musuh berada pada situasi terdesak. Ia berhadapan dengan Sayyidina 'Ali. Merasa terdesak dan tak ada pilihan lain, ia meludahi Sayyidina 'Ali. Pedang  yang  hampir  menebas,  ternyata  tidak  jadi  menghilangkan  nyawanya. Mengapa Sayyidina 'Ali mengurungkan tebasan pedangnya? Beliau tidak ingin mengayunkan pedangnya karena hati yang terusik oleh ludah.

Sikap seorang ustadz berikut agaknya bisa dicontoh. Ketika ada orang mengajukan masalahnya, ia menunjukkan sisi baik dari keduanya secara berimbang. Kekurangan   pada   salah   satu   pihak,   ditunjukkan   sebagai   kesempatan   untuk memperoleh kemuliaan akhirat, dan diimbangi dengan kelebihan yang mungkin ada. Sementara kekurangan pihak lainnya, dijelaskan dengan cara yang sama secara seimbang dan adil.

Keenam,
Memotivasi Jika Mampu

Sebagian perantara maupun sumber informasi, selain memberikan keterangan yang diperlukan juga memberi motivasi. Ini baik, agar orang bersemangat dan tetap optimis menghadapi tantangan dan kesulitan yang ada. Jika orang yang diperantarai masih ragu-ragu, motivasi dapat membuatnya yakin dan mantap untuk segera melangkah ke jenjang pernikahan. Ia dapat memikirkan kesulitan-kesulitan yang ada secara tenang, sehingga Allah memudahkannya keluar dari masalah. Insya-Allah.

Meskipun demikian, seorang perantara maupun sumber informasi perlu berhati- hati dalam memberikan motivasi (targhiib). Syukur, jika motivasi yang diberikan lebih  dapat  menumbuhkan keyakinan  terhadap  pertolongan  Allah.  Sesungguhnya Allah itu dekat dan sangat luas karunia-Nya. Juga berkenaan dengan firman Allah Swt, "Fa idza 'azzamta, fa tawakkal 'alaLlah." Maka, jika kamu telah membulatkan tekad, bertawakkallah kepada Allah.

Jika Anda dapat memotivasi orang ke arah yang demikian, insya-Allah kelak Anda akan mendapatkan syafa'at dan keutamaan di akhirat. Sementara itu, di mata manusia sikap demikian merupakan kemuliaan.

Akan tetapi, jika Anda memotivasi dengan menonjolkan aspek-aspek pada diri calon yang mungkin menjadikannya lebih terpengaruh, saya khawatir kesudahannya malah tidak baik. Sikap ini rawan terhadap impression management (pengelolaan kesan). Dan impression management mendekati manipulasi informasi, tidak menunjukkan sebagian informasi untuk lebih menonjolkan informasi yang dianggap penting. Ini menimbulkan kesan dan harapan. Kalau tidak sesuai dengan yang diangankan, dapat menimbulkan kekecewaan di belakang hari.
Menceritakan aspek-aspek yang ada pada diri calon, boleh dilakukan. Tetapi hendaknya tetap memperhatikan, agar keterangan tersebut tidak mendorong munculnya persepsi yang keliru dan harapan yang tidak tepat. Bersyukur, jika sumber informasi atau perantara dapat memberikan keterangan mengenai diri calon sekaligus mengarahkan pada kelurusan niat. Ada ladang amal shalih di dalamnya.

Perantara untuk Menawarkan Maksud Seorang Wanita

Jika seorang wanita bermaksud menawarkan diri dan meminta bantuan kepada Anda untuk memperantarai, ada persoalan yang perlu mendapat perhatian. Perantara adalah penghubung antara maksud mulia seorang wanita dengan laki-laki yang diharapkan. Sekaligus, ia menjadi orang pertama yang memberi keterangan kepada pihak laki-laki mengenai wanita yang mempunyai maksud.

Perantara  perlu  berhati-hati  dalam  mengemukakan  alasan  wanita  tersebut memilih laki-laki yang dimaksudkan. Ia perlu menjaga agar sikap dan keterangannya, tidak menimbulkan pandangan yang keliru dari laki-laki yang dimaksud terhadap wanita yang menginginkannya. Ini terutama berkait dengan wanita itu, sekaligus nanti pengaruh mendasarnya pada niat laki-laki itu ketika mempertimbangkan.

Niat dan harapan, sebagaimana kita bahas di bagian awal bab ini, sangat mempengaruhi bagaimana orang menjalani kehidupannya setelah berumahtangga.

Seorang perantara sebaiknya berusaha untuk  tidak  menonjolkan aspek  fisik, terutama kecantikan dan kekayaan, dengan harapan agar laki-laki yang dimaksudkan lebih terdorong. Kalaupun wanita itu bermaksud mempercayakan hartanya kepada suaminya, perantara sebaiknya berusaha mengarahkan kepada kelurusan niat. Kisah Rabi'ah binti Ismail Asy-Syamiyah, menarik untuk disimak.

Selanjutnya,  pembicaraan  ini  saya  cukupkan  dengan  dua  hadis  Nabi  Saw. Mudah-mudahan dapat menjadi renungan. Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk.

Imam Thabrani meriwayatkan hadis dari Anas bin Ma-lik r.a. yang menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menikahi wanita karena kehormatannya (jabatannya), maka Allah hanya akan menambahkan kehinaan."

"Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, maka Allah tidak akan menambah kecuali kefakirannya."

"Barangsiapa yang  menikahi  wanita  karena  nasabnya  (kemuliaannya), maka
Allah hanya akan menambahkannya kerendahan."

"Dan barangsiapa yang menikahi seorang wanita ka-rena ingin menutupi (kehormatan)  matanya,  membentengi  farjinya,  dan  mempererat  tali  silaturrahmi, maka Allah akan memberikan barakah-Nya kepada dia (suami) dan istrinya (dalam kehidupan keluarganya)."
Ada hadis senada yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam An-Nasa'i. Di samping itu, terdapat hadis-hadis lain yang memberikan peringatan dalam soal ini. Sebagai penutup, marilah kita simak hadis riwayat  Imam Abu Daud dan At-Tirmidzi berikut.

Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya semata, boleh jadi kecantikannya itu akan membawa kehancuran.
"Dan janganlah kalian menikahi wanita karena kekayaannya semata, boleh jadi kekayaannya itu akan menyebabkan kesombongan.
"Tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sesungguhnya budak wanita yang hitam lagi cacat, tetapi taat beragama adalah lebih baik (daripada wanita kaya
dan cantik yang tidak beragama)".
Begitu.  Mudah-mudahan Allah  memberikan  kemuliaan  kepada  mereka  yang telah memperantarai dengan bijak dan adil. Mudah-mudahan Allah mengampuni kita
semua. Allahumma amin.

'Alaa kulli hal, semoga Allah memberi kekuatan dan kejernihan kepada kita jika ada yang membutuhkan informasi dari apa yang kita ketahui tentang seseorang atau ketika ada yang harus kita perantarai.
Sungguh, tidak mudah menjaga kejernihan hati. Tetapi, juga tidak mudah untuk melepaskan  diri  dari  ghurur  (keadaan terkelabui);  menyangka berhati-hati, tetapi sesungguhnya bukan. Sebagaimana juga tidak mudah melepaskan diri dari keburukan, meski kita telah tahu ada penyakit hati yang bersarang.

Hanya Allah Yang Maha Kuasa. Semoga Allah menolong kita. Dan atas segala kesalahan saya pada Anda, maafkan saya.



Dikutip dari buku Kado Pernikahan Untuk Istriku
Karya Muhammad Fauzil Adhim





 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes