Jumat, 28 September 2012

Hanya Dia yang Bisa Memilih


Di jalan cinta para pejuang ada isyarat kemandirian dalam pilihan-pilihan itu. Hanya dia yang mandirilah yang bisa memilih. Setidaknya kita harus memiliki dan merasa memiliki pilihan kita sendiri. Sebab jika tidak, pilihan-pilihan yang di kendalikan orang lain, pihak lain , atau kekuatan lain akan menyurukkan kita pada kesulitan-kesulitan tak berkesudahan. Mengapa? Ketika tak ada rasa memiliki pada pilihan sendiri, kita jadi terseret arus, terbawa gelombang, dan kita tak mampu melawan hingga tersempyak-sempyak ke batu karang. Kita selalu tak siap menghadapi hal baru. Hatta selalu koyak dan pedih. Juga pilu.
Alkisah, seorang pemuda dihinggapi gelisah di saat kuliah. Godaan yang mengancam agama dan kehormatannya terasakian keras mendera. Puasa dan beraktivitas positif telah di lakukannya. Tetapi kadang justru itu! Aktivitas dakwah justru mempertemukannya dengan si jilbab biru yang selalu menunduk malu, si jilbab hitam yang elegan dan anggun, juga si jilbab coklat yang manis, lugu, dan lucu. Hatinya kian gerah. Maka kepada ayahanda dan ibunda dikuatkannya hati untuk berkata, “Pak… Bu…Boleh nggak saya nikah sekarang…?”
Tentu saja ada empat mata yang terbelalak di ruang keluarga selepas isya’ hari itu.”Heh ngomong apa kamu? nikah! Nikah Gundulmu itu!”
Kepalanya menunduk.
“Mbok ya sadar, Nak…”, kali ini terdengar lebih lembut. Sang Ibu “Kamu itu kuliah masih semester berapa?! Bapak dan Ibu nggak pernah melarang kamu ikut-ikutan aktivitas…apa itu namanya…ee?”
“Dakwah…”
“Iya Dakwah!! Tapi jangan aneh-aneh! Nikah saat kuliah, memangnya anak istrimu mau dikasih makan apa? Dipikirkan yang dalam ya Nak… jangan bicarakan lagi masalah nikah sebelum kamu lulus iya!”
“Tapi, Banyak godaan Bu…nggak kuat!”
“Puasa, puasa!! Katanya belajar agama, gitu aja nggak ngerti.”
“Sudah Pak…Sudah…”, Sang Ibu menarik tangan ayahnya. Lalu di ditinggalkan sendiri. Tergugu. Wajahnya panas. Matanya berkaca-kaca. Hatinya belah.
Beberapa semester berlalu, dan esok hari adalah wisuda yang di nanti-nanti. Maka mala mini adalah saatnya bicara, begitu sang pemuda bergumam dalam hati.” Pak, saya sudah lulus…tentang pernikahan..?”
“eh, lulus itu artinya kamu pengangguran baru!”
“Iya Nak…kamu konsentrasi cari kerja dulu ya…”
Dan ia tak berkata apa apa lagi. Harapan yang berkecambah telah tersiram air panas.
Waktu berganti.dan kini pekerjaan sudah dalam genggaman .
“pak..,bu..emm saya kan sudah kerja sekarang…”
“kerja apa? serabutan begitu! Tidak nyambung dengan kuliahmu!Hh..Dengarkan! bapak mau bicara baik-baik. Kamu cari pekerjaan yang mapan dulu, baru kita bicara pernikahan!”
Pucuk daun harapan kembali pupus, hangus terbakar matahari.
Tetapi Allah maha kuasa. Beberapa waktu berjalan, pekerjaan di sebuah instansi bergengsi pun didapat. Dan berseri-seri wajah pemuda itu menghadap, “Pak.. saya sudah bekerja seperti harapan bapak..”
“lha, kamu berangkat kerja saja masih pakai motor yang bapak belikan. Nanti, ngomongin nikahnya kalau kamu sudah punya mobil…”
Dan beberapa waktu kemudian. Pak..bu.. saya sudah punya mobil..”
“tapi nanti mau tinggal di mana Nak..? coba ya kamu usahakan punya rumah dulu..” kali ini sang ibunda yang lembut hati. Yang ia merasa hilang daya dan lumer sumsum kalau beliau sudah bicara. Ia menyerah lagi.
Hingga suatu hari …”Pak…Bu…rumahnya sudah jadi!!!, jadi kapan saya di nikahkan?”
Bapak dan Ibunya saling berpandangan…Dan mereka menangis, “Aduh nak…umurmu sudah 55 siapa yang mau?”
Nah! Masukkan kisah ini dalam daftar hal- hal yang tak boleh terjadi di jalan cinta pejuang. Saya tak meminta Anda menjadi penentang orang tua. Tidak. Ini bukan soal patuh dan tak patuh taat dan mnembangkang. Bukan di situ subtansi masalahnya. Masalahnya ada pada kemandirian kita. Bangunlah ia sejak kini, agar kita memiliki kuasa pada pilihan-pilihan kita sendiri.jadilah anak yang berbakti dan juga mandiri. Mulailah dari visi yang jelas, masa depan yang terencana, kedewasaan dan keberanian bersikap, Begitulah jalan cinta para pejuang saudaraku.
Di jalan cinta para pejuang kita selalu berkelana dalam pilihan. Dan itu butuh keberanian…

Diambil dari Buku jalan cinta para pejuang
oleh ustadz Salim A. Fillah
Semoga Bermanfaat


Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, anda pun bisa mendownloadnya dalam bentuk PDF .

Ikuti 
Panduan Download jika anda kesulitan untuk mendownloadnya

Jika linknya sudah mati atau tidak bisa mendownload silahkan hubungi 
Pengelola





Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes