Di jalan cinta para pejuang ada isyarat
kemandirian dalam pilihan-pilihan itu. Hanya dia yang mandirilah yang bisa
memilih. Setidaknya kita harus memiliki dan merasa memiliki pilihan kita
sendiri. Sebab jika tidak, pilihan-pilihan yang di kendalikan orang lain, pihak
lain , atau kekuatan lain akan menyurukkan kita pada kesulitan-kesulitan tak
berkesudahan. Mengapa? Ketika tak ada rasa memiliki pada pilihan sendiri, kita
jadi terseret arus, terbawa gelombang, dan kita tak mampu melawan hingga
tersempyak-sempyak ke batu karang. Kita selalu tak siap menghadapi hal baru.
Hatta selalu koyak dan pedih. Juga pilu.
Alkisah, seorang pemuda dihinggapi
gelisah di saat kuliah. Godaan yang mengancam agama dan kehormatannya
terasakian keras mendera. Puasa dan beraktivitas positif telah di lakukannya.
Tetapi kadang justru itu! Aktivitas dakwah justru mempertemukannya dengan si
jilbab biru yang selalu menunduk malu, si jilbab hitam yang elegan dan anggun,
juga si jilbab coklat yang manis, lugu, dan lucu. Hatinya kian gerah. Maka
kepada ayahanda dan ibunda dikuatkannya hati untuk berkata, “Pak… Bu…Boleh
nggak saya nikah sekarang…?”
Tentu saja ada empat mata yang
terbelalak di ruang keluarga selepas isya’ hari itu.”Heh ngomong apa kamu?
nikah! Nikah Gundulmu itu!”
Kepalanya menunduk.
“Mbok ya sadar, Nak…”, kali ini
terdengar lebih lembut. Sang Ibu “Kamu itu kuliah masih semester berapa?! Bapak
dan Ibu nggak pernah melarang kamu ikut-ikutan aktivitas…apa itu namanya…ee?”
“Dakwah…”
“Iya Dakwah!! Tapi jangan aneh-aneh!
Nikah saat kuliah, memangnya anak istrimu mau dikasih makan apa? Dipikirkan
yang dalam ya Nak… jangan bicarakan lagi masalah nikah sebelum kamu lulus iya!”
“Tapi, Banyak godaan Bu…nggak kuat!”
“Puasa, puasa!! Katanya belajar agama,
gitu aja nggak ngerti.”
“Sudah Pak…Sudah…”, Sang Ibu menarik
tangan ayahnya. Lalu di ditinggalkan sendiri. Tergugu. Wajahnya panas. Matanya
berkaca-kaca. Hatinya belah.
Beberapa semester berlalu, dan esok hari
adalah wisuda yang di nanti-nanti. Maka mala mini adalah saatnya bicara, begitu
sang pemuda bergumam dalam hati.” Pak, saya sudah lulus…tentang pernikahan..?”
“eh, lulus itu artinya kamu pengangguran
baru!”
“Iya Nak…kamu konsentrasi cari kerja
dulu ya…”
Dan ia tak berkata apa apa lagi. Harapan
yang berkecambah telah tersiram air panas.
Waktu berganti.dan kini pekerjaan sudah
dalam genggaman .
“pak..,bu..emm saya kan sudah kerja
sekarang…”
“kerja apa? serabutan begitu! Tidak
nyambung dengan kuliahmu!Hh..Dengarkan! bapak mau bicara baik-baik. Kamu cari
pekerjaan yang mapan dulu, baru kita bicara pernikahan!”
Pucuk daun harapan kembali pupus, hangus
terbakar matahari.
Tetapi Allah maha kuasa. Beberapa waktu
berjalan, pekerjaan di sebuah instansi bergengsi pun didapat. Dan berseri-seri
wajah pemuda itu menghadap, “Pak.. saya sudah bekerja seperti harapan bapak..”
“lha, kamu berangkat kerja saja masih
pakai motor yang bapak belikan. Nanti, ngomongin nikahnya kalau kamu sudah
punya mobil…”
Dan beberapa waktu kemudian. Pak..bu..
saya sudah punya mobil..”
“tapi nanti mau tinggal di mana Nak..?
coba ya kamu usahakan punya rumah dulu..” kali ini sang ibunda yang lembut
hati. Yang ia merasa hilang daya dan lumer sumsum kalau beliau sudah bicara. Ia
menyerah lagi.
Hingga suatu hari …”Pak…Bu…rumahnya
sudah jadi!!!, jadi kapan saya di nikahkan?”
Bapak dan Ibunya saling berpandangan…Dan
mereka menangis, “Aduh nak…umurmu sudah 55 siapa yang mau?”
Nah! Masukkan kisah ini dalam daftar
hal- hal yang tak boleh terjadi di jalan cinta pejuang. Saya tak meminta Anda
menjadi penentang orang tua. Tidak. Ini bukan soal patuh dan tak patuh taat dan
mnembangkang. Bukan di situ subtansi masalahnya. Masalahnya ada pada
kemandirian kita. Bangunlah ia sejak kini, agar kita memiliki kuasa pada
pilihan-pilihan kita sendiri.jadilah anak yang berbakti dan juga mandiri.
Mulailah dari visi yang jelas, masa depan yang terencana, kedewasaan dan
keberanian bersikap, Begitulah jalan cinta para pejuang saudaraku.
Di jalan cinta para pejuang kita selalu
berkelana dalam pilihan. Dan itu butuh keberanian…
Diambil dari Buku
jalan cinta para pejuang
oleh ustadz Salim A.
Fillah
Semoga Bermanfaat
Ikuti Panduan Download jika anda kesulitan untuk mendownloadnya
Jika linknya sudah mati atau tidak bisa mendownload silahkan hubungi Pengelola
Semoga artikel ini
bermanfaat bagi kita semua, anda pun bisa mendownloadnya dalam bentuk PDF .
Ikuti Panduan Download jika anda kesulitan untuk mendownloadnya
Jika linknya sudah mati atau tidak bisa mendownload silahkan hubungi Pengelola
0 komentar:
Posting Komentar